Djalaluddin dan Fitria Alaydrus Buat Pembayaran Fiktif Rp2,1 Milyar

Ketua dan Bendahara Gapoktan Didakwa Korupsi Dana Hibah Pemkab Kukar

Berita Utama Pengadilan Tipikor
Terdakwa Djalaluddin dan Fitria Alaydrus dan saksi Bakkara (atas) pada sidang yang digelar secara virtual. Bakkara memberikan keterangan dari Lapas Samarinda lantaran tengah menjalani hukuman penjara dalam kasus korupsi Dana Hibah Pemprov Kaltim. (foto : Lukman)
Terdakwa Djalaluddin dan Fitria Alaydrus dan saksi Bakkara (atas) pada sidang yang digelar secara virtual. Bakkara memberikan keterangan dari Lapas Samarinda lantaran tengah menjalani hukuman penjara dalam kasus korupsi Dana Hibah Pemprov Kaltim. (foto : Lukman)

HUKUMKriminal.net, SAMARINDA : Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Samarinda dalam perkara 26/Pid.Sus-TPK/2022/PN Smr melanjutkan sidang, Kamis (2/6/2022) sore.

Agenda sidang masih pemeriksaan saksi. Tiga saksi yang dihadirkan masing-masing Konsultan Pengawas Subhan dan Rahmat Budi, serta Alamsyah mantan Camat Anggana 2012. Ketiganya bersaksi untuk Terdakwa I Djalaluddin Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tambak Ramah Lingkungan, Kabupaten Kutai Kartanegara, dan Terdakwa II Fitria Alaydrus Bendahara Gapoktan tersebut.

Keduanya didakwa melakukan tindak pidana korupsi memperkaya diri sendiri atau orang lain, dengan melakukan penyimpangan dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan, dan membuat pertanggungjawaban fiktif dalam pengelolaan Dana Hibah Tahap I oleh Gapoktan Tambak Ramah Lingkungan, Kabupaten Kutai Kartanegara, dengan anggaran yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan (APBDP) Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun Anggaran 2011.

Perbuatan Terdakwa Djalaluddin dan Fitria Alaydrus dinilai merugikan Keuangan Negara sebagaimana Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara, atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Hibah Tahap I oleh Gapoktan Tambak Ramah Lingkungan, Kabupaten Kutai Kartanegara sejumlah Rp2.133.796.520,00.

Pada sidang yang digelar sebelumnya, Kamis (19/5/2022) sore. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erlando Julimar SH dari Kejaksaan Negeri Tenggarong menghadirkan 3 orang saksi, untuk memberikan keterangan di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Jemmy Tanjung Utama SH MH didampingi Hakim Anggota Hariyanto SH SAg dan Fauzi Ibrahmi SH MH.

Ketiga saksi itu masing-masing Atjo Rauf yang menjabat sebagai Sekretaris Gapoktan, Mustafa salah satu Petani Tambak, dan Bakkara.

Dalam kesaksiannya, Bakkara menjawab pertanyaan JPU membenarkan pernah diperiksa Penyidik Polres Kutai Kartanegara tahun 2020. Dan apa yang disampaikan di BAP benar, disampaikan tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Bakkara yang mengaku menjadi pengurus dalam Gapoktan tersebut awalnya diberi tugas untuk memantau kegiatan di lokasi Tambak, sebelum kemudian diminta untuk menjadi Ketua Panitia Pelaksanaan Pencanangan Tambak Ramah Lingkungan yang akan dihadiri Gubernur Kaltim.

Ia mengetahui dari Terdakwa Djalaluddin ada anggaran untuk Gapoktan sebesar sekitar Rp14,5 Milyar dari usulan Proposal Rp15 Milyar, yang berasal dari DPRD Kutai Kartanegara sebesar Rp10 Milyar dan Rp5 Milyar dari DPRD Kaltim.

Menjawab pertanyaan JPU, saksi Bakkara menjelaskan saat kegiatan Pencanangan Tambak Ramah Lingkungan itu dilaksanakan belum ada anggaran.

“Dana itu sudah cair belum pada saat pencanangan?” tanya JPU.

“Belum,” jawab saksi.

Lantaran dana belum ada, atas permintaan Anggota DPRD Kaltim Dahri Yasin suami Terdakwa Fitria Alaydrus, saksi menghubungkan Dahri Yasin dengan Haji Mangkana pemilik PT Syam Surya, sebuah perusahaan yang disebut saksi sebagai perusahaan pengumpul Udang terbesar di Anggana.

Singkat cerita, beberapa waktu kemudian Dahri Yasin menyampaikan kepada saksi Bakkara jika semua biaya kegiatan Pencanangan Tambak Ramah Lingkungan ditanggung H Mangkana.

Saksi menjawab tidak tahu saat ditanya, apakah pada akhirnya biaya pencanangan itu dibebankan kepada dana hibah.

“Kalau soal itu saya tidak tahu,” jelas saksi.

Kegiatan Pencanangan Tambak Ramah Lingkungan yang dihadiri Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak itu, jelas saksi Bakkara dapat terlaksana di PT Syam Surya di Desa Sepatin.

Ditanya soal berapa dana Hibah yang sudah dicairkan, saksi Bakkara mengatakan Rp4,5 Milyar. Namun ia tidak tahu kapan itu dicairkan.

Berbagai pertanyaan masih diajukan JPU, Penasehat Hukum Terdakwa dan Majelis Hakim kepada saksi Bakkara.

BACA JUGA :

Sebagaimana disebutkan JPU dalam Dakwaannya, sejumlah pembayaran fiktif dilakukan kedua Terdakwa dari Dana Hibah Rp4,5 Milyar tersebut.

Mulai dari Kegiatan Pencanangan Tambak Ramah Lingkungan, Kegiatan Perencanaan Perbaikan Tanggul Tambak, Kegiatan Perbaikan Tanggul Tambak, Kegiatan Pengawasan Perbaikan Tanggul Tambak, Kegiatan Perbaikan Pintu Air, hingga Pengadaan Bibit Bakau.

Pada Kegiatan Pencanangan Tambak Ramah Lingkungan, pengeluaran fiktif untuk pembayaran honorarium 2 orang panitia pelaksana disebutkan Rp2.040.909,00. Pengeluaran fiktif untuk sewa kendaraan Roda 4 sebanyak 2 unit selama 30 hari Rp26.863.636,00. Pengeluaran fiktif untuk sewa kendaraan Roda 2 sebanyak 2 unit selama 30 hari Rp8.059.091,00.

Untuk Kegiatan Perbaikan Tanggul Tambak Ramah Lingkungan, Pengeluaran untuk perbaikan Tanggul Tambak sepanjang 31.331 meter yang tidak sesuai dengan pengeluaran ril Rp904,806,520,00. Pengeluaran fiktif untuk perbaikan Pintu Air sebanyak 8 buah Rp265.500.000,00. Pengeluaran fiktif untuk pengadaan Bibit Bakau sebanyak 125.000 pohon Rp375.000.000,00. Pengeluaran untuk Perencanaan yang tidak sesuai dengan pengeluaran ril Rp197.886.364,00. Pengeluaran fiktif untuk Pengawasan Rp233.640.000,00.

Sedangkan pada Kegiatan Penunjang, Pengeluaran yang tidak sah untuk sewa kantor Rp70 Juta. Dan Pengeluaran fiktif untuk Sewa kendaraan Roda 4 Rp50 Juta.

Djalaluddin dan Fitria Alaydrus didakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1), Junto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP dalam Dakwaan Primair.

Subsidair sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Junto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. (HUKUMKriminal.net)

Penulis : Lukman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *