Matius: Kami Garap Itu Adalah Lahan Sisa HPL Transmigrasi

Dituding Kuasai Lahan Perkebunan PT BDAM, Ketua dan Anggota KTS Dipidanakan

Berita Utama Pidana Umum
Matius Kunnu dan Yusak Saleh usai sidang. (foto: Lukman)
Matius Kunnu dan Yusak Saleh usai sidang. (foto: Lukman)

HUKUMKriminal.Net, TENGGARONG : Ketua dan Delapan anggota Kelompok Tani Sejahtera (KTS) di Desa Sungai Payang, Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, dipidanakan lantaran diduga menggarap lahan Perkebunan Kelapa Sawit yang diklaim PT Budi Duta Agro Makmur (PT BDAM), masuk dalam Hak Guna Usaha (HGU) miliknya.

Ketua dan anggota Kelompok Tani inipun akhirnya dilaporkan pihak perusahaan, ke Polda Kaltim sekitar bulan Juni 2020.

Dalam perkara ini Penyidik menetapkan mereka sebagai Tersangka, dan baru menjalani sidang di Pengadilan Negeri Tenggarong tahun 2023.

Agenda sidang yang telah memasuki tahap menghadirkan keterangan Saksi fakta yang meringankan atau a de charge itu, sudah dilalui Terdakwa kemarin di Ruang Sidang Cakra PN Tenggarong, Selasa (12/12/2023) siang.

Ketua dan anggota Kelompok Tani Sejahtera (KTS) ini dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan, untuk mendengarkan keterangan saksi Jantianus Sinaga dari Kantor Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Kukar.

Sebelum memberikan keterangan, Ketua Majelis Hakim yang memimpin sidang meminta saksi berdiri untuk diambil sumpahnya.

Dihadapan JPU dan Penasehat Hukum Terdakwa, Saksi mengaku mengenal para Terdakwa.

“Apakah saudara saksi mengenal para Terdakwa ini.?  Matius Kunna Ketua Kelompok Tani Sejahtera, Asrin, Supoyo, Yusak Saleh, Kasim, Falentinus Debby, Bidsianto, Karnius Dating dan Rusmiana,” kata Majelis Hakim.

“Iya kenal Yang Mulia,” ujar Saksi

“Apa ada hubungan keluarga atau pekerjaan,” tanya Majelis Hakim lagi.

” Tidak ada Yang Mulia, “jawab Saksi Jantianus.

Dalam perkara ini Saksi Jantianus memberikan keterangan, bahwa lahan seluas 694 hektar yang digarap KTS  sebenarnya berada dalam kawasan HPL  SK 43 dan Sertifikat 03 tahun 1986. Namun menurut Saksi, HPL SK 43 dan Sertifikat 03 tahun 1986 sudah dibatalkan tahun 2014.

Hal ini dijelaskan Saksi dihadapan Majelis Hakim, JPU, dan Penasehat Hukum para Terdakwa.

“Apakah saudara saksi tahu dihadirkan di persidangan ini terkait masalah apa,” tanya Penasehat Hukum para Terdakwa.

Saksi Jantianus kemudian menerangkan, bahwa ini terkait masalah lahan yang digarap KTS. Dimana sebelumnya ada surat permohonan surat dari KTS, yang meminta penjelasan mengenai titik koordinat atas obyek lahan yang mereka garap, dan belakangan diklaim masuk dalam HGU milik PT BDSM.

Dari permohonan KTS inilah Saksi mengaku kemudian turun lapangan untuk mengkroscek data, dan ternyata memang berada di areal HPL Transmigrasi 43 sertifikat 03 tahun 1986.

Saksi juga mengakui baru mengetahui KTS menggarap di areal HPL setelah permohonannya masuk ke dinas, kata Jantianus menjawab pertanyaan Penasehat Hukum Terdakwa.

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda Pemeriksaan para Terdakwa.

Di luar persidangan, Matius Kunnu Ketua Kelompok Tani Sejahtera yang dikonfirmasi HUKUMKriminal.Net terkait tudingan mengusai dan menduduki lahan HGU milik PT BDAM menjelaskan, bahwa lahan HPL Transmigrasi itu sudah mereka garap sejak tahun 2008.

Matius kemudian menceritakan kronologis, bagaimana awal dia dan anggota KTS lainnya dijadikan Tersangka atas tuduhan menduduki lahan HGU milik PT BDAM.

“Sebenarnya yang kami garap itu adalah lahan sisa HPL Transmigrasi, dimana lahan itu belum semuanya terbangun rumah, bukan lahan HGU,” jelas Matius.

Baca Juga:

Awal munculnya masalah ini, lanjut Matius, dikarenakan adanya kegiatan PT BDAM di lahan HPL Transmigrasi yang mereka garap. Kegiatan Perusahaan Perkebunan Sawit ini, kemudian dihentikan mereka.

“Belakangan kami dilaporkan ke Polda Kaltim, dan dijadikan Tersangka atas tuduhan menguasai lahan HGU.” ujar Matius menandaskan.

Menurut Humas KTS Yusak Saleh, pihaknya mengelola lahan itu melalui prosedur sehingga memohon kepada Dinas Transmigrasi. Karena lahan itu sudah dikembalikan ke negara pada 12 Oktober 2014.

“Ada pembatalan dari Badan Pertanahan Nasional membatalkan sertifikat itu seluas 6.866,5 Hektar, termasuk yang kami garap. Ssehingga lahan tersebut kami sebagai Petani itu, tidak semena-mena menguasai lahan. Kami memohon kepada pemerintah, supaya kami Petani ini memberantas kemiskinan sesuai UUD 1945,” jelas .

Pihaknya berhak mengelola lahan tersebut, lanjut Yusak, berdasarkan Pasal 33 UUD 1945. Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. (HUKUMKriminal.Net)

Penulis: ib

Editor: Lukman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *