Perkara Korupsi Impor Gula Rp578 Milyar
Tersangka HAT Ditangkap di Pangkalan Bun

HUKUMKriminal.Net, JAKARTA: Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) telah melakukan penangkapan terhadap 1 orang Tersangka perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) dalam kegiatan Importasi Gula di Kementerian Perdagangan tahun 2015 – 2016.
Jaksa Agung ST Burhanuddin dalam Siaran Pers yang diterima HUKUMKriminal.Net Nomor: PR – 050/050/K.3/Kph.3/01/2025 melalui Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjelaskan, penangkapan tersebut dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada JAM PIDSUS Nomor: Prin-54/F.2/Fd.2/10/2023 tanggal 3 Oktober 2023.
Dijelaskan kronologi penangkapan. Selasa 21 Januari 2025 telah dilakukan penangkapan terhadap Tersangka HAT di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, berdasarkan Surat Perintah Penangkapan Nomor: 11/F.2/Fd.2/01/2025 tanggal 21 Januari 2025.
“Setelah dilakukan penangkapan, Tersangka dibawa ke Gedung Menara Kartika Adhyaksa atau Kantor JAM PIDSUS Kejaksaan Agung, Jakarta, guna dilakukan pemeriksaan sebagai Tersangka oleh Tim Penyidik,” beber Harli.
Selanjutnya, Tersangka dilakukan penahanan selama 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 09/F.2/Fd.2/01/2025 tanggal 21 Januari 2025.
Peran Tersangka HAT, jelas Harli lebih lanjut, pada 28 Desember 2015, telah dilakukan Rapat Koordinasi (Rakor) Bidang Perekonomian yang dihadiri oleh Kementerian di bawah Kemenko Perekonomian.
Salah satu pembahasannya adalah Indonesia pada Januari-April 2016 diperkirakan mengalami kekurangan Gula Kristal Putih (GKP) sebanyak 200.000 ton. Namun, dalam Rakor tersebut tidak pernah diputuskan bahwa Indonesia memerlukan impor GKP.
Pada November – Desember 2015, Tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) telah memerintahkan PS Staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan 8 Perusahaan Gula swasta.
Kedelapan perusahaan itu masing-masing PT Angels Product (AP), PT Andalan Furnindo (AF), PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ), PT Medan Sugar Industri (MSI), PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU), PT Makassar Tene, PT Duta Sugar International (DSI), PT Berkah Manis Makmur (BMM).
Pertemuan dengan kedelapan perusahaan tersebut digelar di Gedung Equity Tower SCBD sebanyak 4 kali, untuk ditunjuk sebagai pihak yang akan melaksanakan impor Gula Kristal Merah (GKM) guna diolah menjadi GKP.
Lalu bulan Januari 2016, Menteri Perdagangan saat itu, Tersangka TTL menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI dengan Surat Nomor 51 tanggal 12 Januari 2016, yang berisi penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok Gula nasional dan stabilisasi harga Gula, melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri guna memasok atau mengolah GKM impor menjadi GKP sebanyak 300.000 ton.
Kemudian PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan 8 Perusahaan Gula swasta yaitu TWN Direktur Utama PT AP, WN Presiden Direktur PT AF, HS Direktur Utama PT SUJ, IS Direktur Utama PT MSI, TSEP Direktur PT MT, HFH Direktur PT BMM, ES Direktur PT PDSU, dan HAT Direktur PT DSI. Kedelapannya telah ditetapkan sebagai Tersangka.
“Padahal seharusnya dalam rangka pemenuhan stok Gula dan stabilisasi harga Gula di pasaran yang diimpor adalah GKP secara langsung, dan yang dapat melakukan impor tersebut adalah BUMN yakni PT PPI,” jelas Harli.
Baca Juga :
-
Penyidik Kejagung Tetapkan 9 Tersangka, Perkara Impor Gula
-
JAM Pidum Setujui 17 Permohonan RJ
-
Sidang Perkara KPN Kutim
Selanjutnya, Menteri Perdagangan Tersangka TTL memerintahkan KS selaku Plt Dirjen Perdagangan Luar Negeri untuk menerbitkan Persetujuan Impor GKM untuk diolah menjadi GKP kepada 8 perusahaan swasta tersebut.
Selain itu Persetujuan Impor (Pl) dari Kementerian Perdagangan tersebut diterbitkan tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian, serta dilakukan tanpa adanya rapat koordinasi dengan instansi terkait
Bahwa kedelapan perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP tersebut, izin industrinya adalah Produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR).
Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117 Tahun 2015 menyatakan, bahwa GKM yang diimpor tersebut hanya dapat diolah menjadi GKR untuk pemenuhan kebutuhan sektor industri makanan, minuman, dan farmasi, serta tidak dapat diperdagangkan atau dipindahtangankan kepada pihak lain.
Setelah kedelapan perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP, selanjutnya PT PPI seolah-olah membeli Gula tersebut. Padahal senyatanya Gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran/masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengan harga Rp16.000/Kg, lebih tinggi dari HET yakni Rp13.000/Kg dan tidak ada Operasi Pasar.
“Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP tersebut, PT PPI mendapatkan fee dari 8 perusahaan yang mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP sebesar Rp105/kg,” beber Harli.
Dengan adanya penerbitan Persetujuan Impor (PI) GKM menjadi GKP oleh Menteri Perdagangan Tersangka TTL kepada para Tersangka yang merupakan pihak swasta sebagaimana diuraikan di atas, menyebabkan tujuan stabilisasi harga dan pemenuhan stok gula nasional dengan cara operasi pasar kepada masyarakat tidak tercapai, namun justru memberikan keuntungan kepada para pihak swasta dan mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Akibat perbuatan para Tersangka, negara dirugikan senilai Rp578.105.411.622,47 (Rp578 Milyar) berdasarkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Pasal yang disangkakan terhadap tersangka yaitu Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Junto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. (HUKUMKriminal.Net)
Sumber: Siaran Pers/K.3.3.1
Editor: Lukman