Didominasi Perkara Penganiayaan
JAM Pidum Setujui 17 Permohonan RJ

HUKUMKriminal.Net, JAKARTA: Perkara penganiayaan masih mendominasi permohonan restorative justice yang disetujui Kejaksaan Agung, dari 17 perkara yang diajukan 6 diantaranya merupakan perkara penganiayaan dari berbagai Kejaksaan Negeri. Jaksa Agung RI ST Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual, dalam rangka menyetujui 17 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (RJ/keadilan restoratif), Senin (20/1/ 2025)
Dalam Siaran Pers Nomor: PR – 042/042/K.3/Kph.3/01/2025 yang terima HUKUMKriminal.Net melalui Kapuspenkum Kejagung Haril Siregar menjelaskan, salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Muhiddin Bin Muh Muis dari Kejaksaan Negeri Grobogan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
“Dalam perkara ini, Tersangka merupakan orang terdekat dari Saksi Korban,” jelas Harli.
Kronologi bermula pada hari Rabu tanggal 11 Desember 2024 sekira Pukul 14:00 WIB, ketika Tersangka sedang berjalan melintasi rumah Saksi Korban Mohammad Subakir yang beralamat di Dusun Tugu, RT 08, RW 01, Dusun Pahesan, Kecamatan Godong, Grobogan, dalam kondisi tidak ada orang.
Tersangka yang saat itu sedang mengalami kesulitan secara finansial, karena terlilit hutang untuk membantu biaya pengobatan ibunya di Madura. Ketika itu, muncul niat Tersangka untuk mengambil barang milik Saksi Korban tanpa sepengetahuannya.
Tersangka yang mengetahui letak penyimpanan kunci rumah Saksi Korban langsung mengambil kunci tersebut, dan masuk ke dalam rumah untuk mengambil 1 unit Sepeda Motor Honda Vario 150 warna hitam tahun 2017 dengan nomor polisi K-6499-AEF, lalu membawa pergi sepeda motor tersebut.
Akibat dari perbuatan Tersangka, Saksi Korban Ahmad Dwi Afrianto mengalami kerugian materiil yang ditaksir senilai Rp15 Juta. Akan tetapi, barang yang dicuri oleh Tersangka telah disita dan dijadikin barang bukti yang kemudian dikembalikan kepada Saksi Korban. Sehingga, kerugian yang dialami Saksi Korban adalah nol atau dapat dipulihkan.
Baca Juga :
-
Sedot Perhatian, Kesaksian Suami Terdakwa Korupsi TPP RSUD AWS
-
Tahap II Tersangka Zarof Ricar
-
Sidang Perkara KPN Kutim
Bahwa Saksi Korban telah menganggap Tersangka sebagai anaknya sendiri, sehingga memaafkan perbuatannya. Dan atas kemauannya, Saksi Korban menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Grobogan.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Grobogan Daniel Panannangan dan Kasi Pidum Widhiarso Dwi Nugroho, serta Jaksa Fasilitator Thesa Tamara Sanyoto telah memfasilitasi, untuk dilakukan mekanisme restorative justice yang disepakati oleh kedua belah pihak.
“Permohonan tersebut disetujui oleh JAM-Pidum dalam ekspose Restorative Justice, pada hari Rabu tanggal 15 Januari 2025,” jelas Harli.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 16 perkara lain yaitu:
- Terangka Dodi Pratama dari Kejaksaan Negeri Kendari, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
- Tersangka Sulfahmi bin Rudi alias Sul dari Kejaksaan Negeri Palu, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka Ebenezer Sihombing dari Kejaksaan Negeri Badung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka I Ketut Wijaya Mataram, A.Md., S.Sos, alias Pijai dari Kejaksaan Negeri Karangasem, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Syaifullah alias Ipul bin Amir Hasan (Alm) dari Kejaksaan Negeri Samarinda, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
- Tersangka Saddan Marulitua Sitorus S.H., CLA dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
- Tersangka Muhammad Ganta Baherza bin Zulkarnain dari Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Yoga Priatama bin Rozi dari Kejaksaan Negeri Lampung Barat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Riki Anwar Bin Yusrianwar (Alm) dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Helson Winanda bin Helmi dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu Selatan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP jo. Pasal 53 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Ardi Ali bin Ali Amin dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Jati Simanjuntak dari Cabang Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara di Siborongborong, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-1 Subsidair Pasal 362 KUHP tentang Pencurian Dengan Pemberatan.
- Tersangka Titis Marganis bin Marsono dari Kejaksaan Negeri Sragen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Riski Nugroho alias Remin bin Triyono dari Kejaksaan Negeri Boyolali, yang disangka melanggar Pasal Pasal 362 KUHP Jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP tentang Pencurian Perbarengan.
- Tersangka Samin Alias Wawan bin Casiman (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
- Tersangka Basuki Rahmad bin Maryoto dari Kejaksaan Negeri Purworejo, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; Tersangka belum pernah dihukum; Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana.
Berikutnya, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun; Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya; Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis; dan masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.” tandas JAM-Pidum. (HUKUMKriminal.Net)
Sumber: Siaran Pers/K.3.3.1
Editor: Lukman