Wahyu: Sudah Enam Bulan Sejak Laporan Itu Dibuat
Kuasa Hukum H Chunda Nilai Laporan Polisi Lamban Diproses

HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA: Meski telah dilaporkan sejak 28 September 2024 lalu, Laporan Polisi terkait dugaan pemalsuan dan keterangan palsu yang dilayangkan seorang warga Samarinda bernama Haji (H) Chunda kepada Polresta Samarinda, hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti.
Sebagaimana disampaikan Wahyu, salah satu Tim Kuasa Hukum H Chunda di ruang Media Center Pengadilan Negeri Samarinda, Kamis (24/4/2025) sore. Kasus ini melibatkan Direktur PT Garis Mas Multi Manunggal Refrizon sebagai terlapor yang berkantor di Balikpapan Baru, terkait jual beli rumah dan kerja sama Pertambangan Batubara.
Proses penyelidikan dinilainya berjalan lamban. Dalam keterangannya kepada awak media, Wahyu panggilan akrab Tri Wahyu Kusuma Negara SH, yang didampingi rekannya Muhammad Pagan Mahaparana SH, dan Aswin Rakasiwi SH selaku Kuasa Hukum H Chunda, alasan yang diberikan penyidik antara lain karena adanya penugasan ke luar kota.
“Pihaknya telah beberapa kali melakukan upaya klarifikasi, baik langsung maupun melalui pesan WhatsApp kepada penyidik, namun belum ada tindak lanjut konkret,” jelas Wahyu.
Selain itu ia juga menyampaikan, pihak penyidik mengaku kesulitan melacak keberadaan Refrizon sehingga meminta pihak pelapor untuk memberikan alamat atau kontak tambahan.
“Bahkan, sempat disarankan untuk mencari bantuan keluarga di Bogor, padahal H Chunda tidak memiliki keluarga di sana,” ujar Wahyu.
Lebih lanjut Wahyu menjelaskan, pada 25 Maret 2025, penyidik mengatakan akan menjadwalkan pemanggilan setelah libur Idul Fitri. Namun hingga pertengahan April 2025, belum juga ada perkembangan berarti. Surat pemanggilan kepada Refrizon dan pihak lain juga dikembalikan oleh petugas pos, dengan alasan “nama tidak dikenal”.
Hingga kini, laporan yang telah berlangsung lebih dari enam bulan belum menunjukkan titik terang.
“Kami selaku Tim Kuasa Hukum H Chunda sangat menyayangkan lambannya penanganan oleh pihak Kepolisian, dan berharap agar Polresta Samarinda dapat menuntaskan kasus ini secara profesional dan transparan sesuai dengan semboyan Polri, Melindungi, Melayani, dan Mengayomi Masyarakat,” kata Wahyu.
Ia kemudian menceritakan kronologis kasus ini. Bermula pada Mei 2013 ketika Direktur PT Laking Inti Persada Syahril menjalin kontrak kerja sama dengan PT Garis Mas Multi Manunggal yang dipimpin oleh Refrizon. Dalam proses kerja sama tersebut, Syahril berkantor di rumah milik H Chunda dan berniat untuk membelinya.
Syahril kemudian menawar rumah H Chunda Rp2 Milyar, namun H Chunda meminta harga Rp2,5 Milyar. Syahril lalu memberikan uang muka sebesar Rp1 Milyar, sementara sisanya menyusul dalam waktu satu bulan. Namun, hingga kini pelunasan itu tak kunjung dilakukan.
Masih pada tahun yang sama, semula hubungan bisnis antara kedua perusahaan berjalan lancar selama dua bulan. Namun pada Agustus 2013, PT Laking Inti Persada mendapat teguran karena diduga melanggar spesifikasi kualitas Batubara dalam kontrak.
Pada September 2013, Syahril dan Refrizon menandatangani akta Cessie (pengalihan piutang-red) di hadapan Notaris HM Sutamsis, yang berisi pengembalian seluruh dana investasi sekitar Rp9 Milyar, termasuk uang muka pembelian rumah H Chunda yang berasal dari dana investasi tersebut.
Selanjutnya, pada Oktober 2013, Refrizon menemui H Chunda di rumahnya dengan maksud menanyakan uang muka Rp1 Miliyar yang telah dibayar Syahril. Namun entah bagaimana, Refrizon menawarkan H Chunda untuk menambang Batubara di Sanga-Sanga di lokasi CV Mulia Abadi.
Menurut Refrizon, Syahril sudah memberikan Down Payment (DP) Rp200 Juta kepada Direktur CV Mulia Abadi Gusti Erwansyah. Refrizon menjanjikan akan diberikan modal kerja senilai Rp1,2 Milyar dengan syarat sertifikat rumah H Chunda sebagai jaminan. Haji Chunda lantas tertarik, dan menyetujuinya.
Kemudian pada 31 Oktober 2013, 3 surat penting ditandatangani di kantor notaris, yaitu: Surat Kesepakatan Bersama (505), Surat Kuasa Jual (506), dan Perjanjian Kerja Sama (508). Namun, dari pengakuan H Chunda, uang pinjaman sebesar Rp3,072 Milyar yang disebutkan dalam surat perjanjian tersebut tidak pernah ia terima.
Belakangan sertifikat rumah H Chunda atas nama istrinya Mustika Yeni yang sudah diberikan kepada Refrizon sebagai jaminan itu, telah dijual oleh Refrizon senilai Rp450 Juta dan telah dibalik nama atas nama Heni Hariani selaku pembeli.
“Penjualan rumah tersebut dilakukan dihadapan notaris dengan akta jual beli Nomor 02 tanggal 13 September 2016, secara sepihak tanpa persetujuan H Chunda,” tegas Wahyu.
Baca Juga:
- Penangkap Burung Dihukum 9 Tahun, Didakwa Miliki Sabu 24 Kg
- Perkara Pemalsuan Surat, Terdakwa Mengaku Tidak Jual Tanah
- RUU KUHAP Disorot Dalam Seminar
Refrizon diduga terlibat dalam pemalsuan surat atau dokumen resmi, termasuk akta otentik. Hal ini disampaikan oleh Wahyu, yang menegaskan bahwa tindakan Refrizon berpotensi melanggar Pasal 263, 264, dan 266 KUHP.
Pasal-pasal tersebut mengancam pelaku dengan hukuman penjara hingga 7 tahun, khususnya bagi mereka yang menyisipkan informasi palsu ke dalam dokumen resmi atau menggunakan dokumen palsu sebagai alat bukti hukum.
Wahyu kembali menyoroti lambannya penanganan laporan yang dilayangkan kliennya, ke pihak Kepolisian.
“Sudah enam bulan sejak laporan itu dibuat, artinya sudah jauh melewati batas waktu penanganan sesuai Perkapolri Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana,” beber Wahyu.
Berdasarkan peraturan tersebut, jelas Wahyu, batas waktu penyelidikan dan penyidikan seharusnya tidak lebih dari 120 hari. Namun, hingga saat ini, belum ada kejelasan signifikan dari Satreskrim Polresta Samarinda mengenai perkembangan kasus tersebut.
“Seharusnya penyidik bisa bekerja lebih profesional. Minimal, ada bukti permulaan yang cukup untuk menaikkan status laporan ini ke tahap penyidikan dan menetapkan tersangka,” kata Wahyu.
Ketika dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Jum’at (25/4/2025), penyidik Aipda Mianto SH yang menangani perkara ini mengatakan, pihaknya telah memberikan arahan kepada Kuasa Hukum pelapor.
“Sudah saya atensi dan sampaikan penjelasan agar pihak Kuasa Hukum Pak Chunda, L. Surata, datang ke kantor untuk menerima penjelasan lebih lanjut.” ujar Mianto (HUKUMKriminal.Net)
Penulis: ib
Editor: Lukman