Barang Bukti Tak Ada di BAP, Keluarga Terdakwa Lihat Kejanggalan
Penangkap Burung Dihukum 9 Tahun, Didakwa Miliki Sabu 24 Kg

HUKUMKriminal.Net: TARAKAN: Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tarakan, Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) dalam perkara Nomor 368/Pid.Sus/2024/PNTar, menjutuhkan vonis 9 tahun penjara Baharuddin Bin (Alm.) Labada sebagai pemilik 24,2 Kg Narkotik jenis Sabu, Kamis (17/4/2025).
Majelis Hakim yang diketuai Dr Febian Ali SH MH dengan Hakim Anggota Anwar WM Sagala SH MH dan Alfianus Rumondor SH, menjatuhkan vonis lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Daniel Halomoan Simamora SH, yang menuntut seumur hidup lelaki yang sehari-harinya berprofesi sebagai menangkap Burung Belibis untuk menafkahi istri dan ketiga anaknya yang masih kecil-kecil.
Majelis Hakim menilai bahwa terdakwa terbukti secara sah bersalah melakukan Tindak Pidana Narkotika, sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Oleh karena semua unsur-unsur dari pasal tersebut telah terpenuhi, maka terdakwa haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan alternatif Pertama.
Setelah mendengar pembacaan putusan tersebut, JPU menyatakan masih pikir-pikir untuk melakukan upaya Banding. Sementara Terdakwa Baharuddin dan Penasehat Hukumnya menyatakan hal serupa, masih pikir-pikir.
Namun, usai sidang terdakwa bersama keluarga yang hadir di Persidangan mendesak pengacaranya melakukan Banding.
Sebelumnya, dalam Dakwaan JPU disebutkan, Terdakwa Baharuddin ditangkap Tim Satresnarkoba Polres Tarakan pada hari Jum’at 16 Agustus 2024 di Muara Salangketo, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kaltara.
Hari itu, Ardi (DPO) yang tinggal di Jalan Padaelo, Kelurahan Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan, Kaltara, mengajak Baharuddin menangkap Burung Belibis ke daerah Pertambakan Salangketo, menggunakan Speed Boat mesin 15 PK Yamaha.
Setelah sampai di Salangketo Ardi (DPO) berkata, “Sebentar kita ke sana dulu,” dan langsung di-iya-kan terdakwa.
Tak lama kemudian mereka didatangi oleh dua orang yang tidak dikenal, lalu memberikan satu karung yang diduga berisi Sabu.
Kemudian, di daerah Muara Sungai Salangketo Bulungan Ardi (DPO) menghentikan Speed Boatnya di pinggir sungai dekat pohon Nipah-Nipah, untuk mengisi bahan bakar.
Namun tiba tiba Ardi (DPO) melihat sebuah kapal menuju mereka, datang seakan-akan mengejarnya. Pelan-pelan Ardi (DPO) menjauh, dan pada saat di pertengahan jalan Ardi (DPO) langsung memacu Speed Boatnya. Namun, tiba-tiba mereka mendengar teriakan.
“Berhenti, kami dari Kepolisian,”
Mendengar dan melihat kapal tersebut menuju mereka, Ardi (DPO) melompat ke dalam sungai diikuti Terdakwa Baharuddin.
Baca Juga:
- Perkara Pemalsuan Surat, Terdakwa Mengaku Tidak Jual Tanah
- RUU KUHAP Disorot Dalam Seminar
- Legal PT Wilmar Tersangka, Terkait Perkara Suap Oknum Hakim
Posisi Baharuddin memang sangat sulit dalam kasus ini. Ardi (DPO) yang dinyatakan terdakwa menjadikannya sebagai tumbal, tidak diketahui dimana keberadaannya.
Demikian juga dengan istri dan anak-anak Ardi yang tinggal di Jalan Padaelo, Tanjung Selor, sudah pindah ke Sulawesi Selatan, ke kampung halamannya.
Namun, Nurlia kakak kandung terpidana Baharuddin menolak anggapan tersebut. Menurutnya, jika sekiranya pihak Kepolisian benar-benar menegakkan hukum dan keadilan, Ardi bisa ditemukan melalui keluarganya.
“Saya melihat dalam kasus ini ada unsur kesengajaan menjadikan adik saya sebagai tumbal. Mulai dari sekenario yang dibangun Ardi mengajak Baharuddin menangkap burung. Setelah Baharuddin percaya bahwa Ardi benar-benar bermaksud menangkap Burung Belibis, tanpa ragu ketika dia diajak untuk kedua kalinya langsung meng-iya-kan,” kata Nurlia usai sidang kepada HUKUMKriminal.Net.
Keluguan Baharuddin telah membawa dirinya menjalani hidup di Hotel Prodeo, ia tak sadar di balik ajakan menangkap Burung Belibis di daerah Pertambakan Muara Sungai Salangketo, hanyalah akal-akalan yang telah diatur secara matang.
Padahal, menurut Nurlia, saudaranya yang juga bekerja sebagai buruh Pelabuhan itu, telah menjalani profesi sebagai panangkap Burung Belibis itu sejak tahun 2022.
“Dia sebagai Buruh Pelabuhan, jadi kalau kapal ndak masuk dia pigi (pergi) cari Burung kalau malam. Walaupun ada kapal masuk, kalau barang cuma sedikit pigi dia kalau malam cari Burung,” jelas Nurlia.
Menurut Nurlia, jika Baharuddin bukan dimaksudkan sebagai tumbal kenapa matanya langsung dilakban oleh Polisi yang menangkapnya. Dan Ardi (DPO) yang bersama Baharuddin, kenapa dibiarkan lolos begitu saja. Nurlia tidak mengetahui sejak kapan, saudaranya itu bertetangga dengan Ardi.
Selain itu, Nurlia juga mempertanyakan, barang bukti seperti alat-alat penangkap Burung berupa Pukat dan loudspeaker tidak ada di dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan).
Nurlia dan keluarga mengungkapkan tidak sependapat dengan vonis 9 tahun yang dijatuhkan Hakim terhadap lelaki penangkap Burung Belibis, yang tinggal di Sabanar Lama, Tanjung Selor Bulungan ini.
Beberapa anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Tarakan mengatakan, agar terpidana Baharuddin melalui Kuasa Hukumnya melakukan Banding.
Berdasarkan jejak digital di Medsos Facebook Forum Jual Beli Bulungan Kaltara, 13 Agustus 2024 atau 3 hari sebelum ia ditangkap, Terdakwa Baharuddin masih memposting menawarkan Burung Belibis sebanyak 5 ekor dengan harga Rp50 Ribu per ekor. (HUKUMKriminal.Net)
Penulis: SL Pohan
Editor: Lukman