DIVONIS PENJARA 6,6 TAHUN DAN BAYAR UANG PENGGANTI RP9 MILIAR

Terima Bansos Rp18 Miliar, Terdakwa Nyatakan Banding Saat Divonis Bersalah

Berita Utama Pengadilan Tipikor
Profesor Thomas Susadya Sutedjawidjaya menyalami Majelis Hakim usai mendengarkan amar putusannya. Sejumlah nama yang disebutkan dalam persidangan turut menikmati dana hibah tersebut diharapkannya dapat diseret ke Meja Hijau oleh Kejaksaan. (foto : Lukman)

HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA : Profesor Thomas Susadya Sutedjawidjaya divonis bersalah oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Samarinda, yang dipimpin Hongkun Otoh SH MH dengan Hakim Anggota Burhanuddin SH MH dan  Anggraeni SH dalam perkara nomor 15/Pid.Sus-TPK/2018/PN Smr Jum’at (27/7/2018) sore.

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Nasional Samarinda yang kini berusia 71 tahun, selain dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun 6 bulan denda Rp 300 Juta subsidair 4 bulan kurungan, terdakwa juga masih diharuskan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp9.094.896.000,-.Dengan ketentuan, jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.

Berdasarkan sejumlah fakta yang terungkap di persidangan, Majelis Hakim menilai terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP sesuai dakwaan primair Penuntut Umum.

Meski demikian, vonis ini masih lebih ringan dari tuntutan JPU yang pada sidang sebelumnya menuntut terdakwa 10 tahun denda Rp600 Juta subsidair 6 bulan penjara.

Hanya saja, dalam hal uang pengganti Majelis Hakim tidak sependapat dengan JPU yang dalam tuntutannya menuntut terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp4.943.662.200,- karena menilai bangunan yang disitanya sebesar Rp4 Miliar.

Menurut Majelis Hakim, angka itu adalah nilai taksiran JPU yang tidak punya kompetensi untuk melakukan penilaian asset yang tidak diketahui dasarnya sehingga dinilai tidak valid.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim juga memerintahkan kepada JPU untuk menyetorkan ke kas negara uang yang telah dikembalikan terdakwa sebesar Rp Rp5,810 Miliar dan Rp3,5 Mliar atau Rp9,310 Miliar.

Awal kasus ini bermula saat terdakwa menerima bantuan dana hibah sebesar Rp7.950.000.000,-dari Pemprov Kaltim tanggal 20 September 2013 selaku Ketua Yayasan Pendidikan Sendawar Sejahtera. Kemudian melalui Yayasan Pendidikan Permata Bumi Sendawar menerima dana hibah sebesar Rp4.455.000.000,- tanggal 17 Oktober 2013 atas nama Agustinus Dalung selaku Ketua, dan Yayasan Pendidikan Sekar Alamanda menerima bantuan dana hibah sebesar Rp6.000.000.000,- tanggal 31 Desember 2013. Sehingga totalnya mencapai Rp18.405.000.000,-.

Sesuai proposal yang diajukannya ke Biro Sosial Setprov Kaltim, dana tersebut akan digunakan untuk membangun Gedung Pendidikan Akademi Perawat di Sendawar, Kutai Barat. Namun bangunan itu tidak selesai dan tidak bisa digunakan sehingga dalam penilaian Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengalami total lost sebesar jumlah bantuan Rp18.405.000.000,-.

Berita terkait : Kasus Bansos Rp18 Miliar, Terdakwa Mohon Putusan Seringan-Ringannya

Menanggapi putusan ini, setelah berkonsultasi dengan Sujanli Totong SH MH, Penasehat Hukum yang mendampinginya selama persidangan, terdakwa menyatakan banding.

“Banding yang mulia,” sebut terdakwa menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim.

Jika terdakwa menyatakan banding, hal berbeda disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erlando Julimar SH dan Angga Wardana SH dari Kejaksaan Negeri Kutai Barat, yang menyatakan pikir-pikir. (HK.net)

Penulis : Lukman