Ponto: Pembelaan Diri Diatur Dalam Pasal 49 KUHP
Mantan Kabais TNI Tanggapi Kasus Penembakan TNI AL

HUKUMKriminal.Net, JAKARTA: Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI 2011-2013 Laksamana Muda TNI (Purn) Soleman B Ponto, memberikan pandangannya terkait kronologi kejadian, akar permasalahan, dan langkah penyelesaian hukum yang perlu diambil dalm kasus penembakan yang melibatkan anggota TNI AL dan pemilik rental mobil yang menjadi perhatian publik.
Menurut Ponto, insiden bermula dari dugaan penggelapan mobil yang memicu pihak rental mengerahkan massa untuk mencari kendaraan tersebut tanpa melibatkan polisi.
“Tindakan pengerahan massa ini jelas merupakan bentuk premanisme, karena melibatkan belasan orang yang mencari mobil secara paksa,” ungkap Ponto, Sabtu (11/1/2025).
Dalam proses pencarian, anggota TNI yang terlibat justru menjadi korban pengeroyokan dan diteriaki maling. Dalam situasi terdesak, ia melepaskan tembakan yang mengakibatkan pemilik rental meninggal dunia.
Ponto mengecam langkah pihak rental yang mengabaikan prosedur hukum.
“Pengerahan massa tanpa melibatkan Kepolisian jelas melanggar hukum. Seharusnya kasus ini sejak awal dilaporkan kepada pihak berwajib untuk penanganan sesuai prosedur,” sebut Ponto.
Mengenai penggunaan senjata api oleh anggota TNI, Ponto menekankan bahwa hukum militer mengatur hal tersebut dengan ketat.
“Pembelaan diri diatur dalam Pasal 49 KUHP, namun harus memenuhi syarat, seperti ancaman melawan hukum, tindakan proporsional, dan tujuan menghentikan serangan,” jelasnya.
Hasil investigasi, menurut Ponto, akan menentukan apakah tindakan anggota TNI itu memenuhi syarat pembelaan diri.
“Jika terbukti sesuai hukum, maka tindakan tersebut dapat dianggap sebagai alasan pemaaf, meskipun tetap melanggar hukum,” tambahnya.
Ponto mengidentifikasi akar masalah terletak pada ketidaktahuan kedua pihak, terhadap kapasitas masing-masing.
“Pihak rental tidak mengetahui bahwa mereka berhadapan dengan anggota TNI, sementara anggota TNI tidak menyadari bahwa pihak rental sedang mencari mobil yang diduga digelapkan,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya peran polisi untuk mencegah eskalasi.
“Jika pihak rental melibatkan Polisi sejak awal, konflik fisik ini bisa dihindari,” kata Ponto.
Selain itu, ia mengingatkan agar anggota TNI menahan diri dan segera melaporkan insiden kepada pihak berwenang.
Ponto menilai, insiden ini menjadi pelajaran penting dalam penyelesaian konflik melalui jalur hukum.
“Mengutamakan hukum adalah langkah terbaik, untuk mencegah kekerasan dan korban jiwa. Anggota TNI juga harus berhati-hati dalam menggunakan kekuatan agar kejadian serupa tidak terulang,” tandasnya.
Baca Juga:
- Perkara Korupsi RP44 Milyar Pembangunan RS Pratama Bunyu Disidangkan
- Ketua Majelis Hakim Pertanyakan Disposisi, Perkara Korupsi KPN Kutim
- 2 Tersangka Tahap II, Perkara Gratifikasi Terpidana Ronald Tannur
Saat ini, kedua belah pihak tengah menjalani proses hukum untuk mengungkap fakta lebih lanjut. Ponto menekankan pentingnya transparansi dan penghormatan terhadap jalur hukum yang berlaku.
“Proses hukum ini harus memberikan keadilan dan menjadi pelajaran agar semua pihak, memahami kapasitas masing-masing dan menjadikan hukum sebagai solusi utama,” jelasnya.
Sebagai anggota aktif TNI, Ponto menegaskan bahwa kasus ini wajib diadili di peradilan militer.
“Meskipun KUHP menjadi dasar hukum, proses peradilan tetap harus dilakukan di peradilan militer sesuai ketentuan.” tandas Ponto. (HUKUMKriminal.Net)
Sumber: Rilis
Editor: Lukman