Anggota DPR RI Apresiasi
Warga Pesimis Polisi Serius Tangani Kasus PT KPUC
HUKUMKriminal.Net, TARAKAN : Lau Sung Jui alias Juanda Lesmana Lauw (71) memang lagi bernasib malang. Pemilik PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) Perusahaan Batubara di Malinau, Kalimantan Utara ini, tak cuma dijemput dan dibawa ke Jakarta untuk diperiksa penyidik Mabes Polri, kegiatan Perusahaan di Camp Sidi Langap Malinau juga tidak boleh beroperasi sejak 1 Desember 2024 lalu.
Diperiksanya pengusaha raksasa itu tidak terlepas dari kasus demi kasus yang diperbuatnya sejak pemilik Hotel Tarakan Plaza ini membuka usahanya di Kabupaten Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, tanpa tersentuh hukum. Walhasil, pemeriksaan yang dilakukan Penyidik Mabes Polri dan pemasangan garis Polisi di lokasi tambang PT KPUC hanya bersifat sementara.
Beberapa tokoh masyarakat di Tarakan dan Malinau yang dimintai komentarnya terkait penanganan Polisi terhadap kasus dugaan pencemaran lingkungan yang dilakukan KPUC, tak seorangpun yang peduli dan menganggap permainan sandiwara.
Seorang pengusaha di Tarakan yang mengenal Juanda Lesmana Lauw sejak kecil dan tahu nama-nama saudaranya mengatakan, Juanda memiliki kedekatan dengan beberapa pejabat di daerah dan di pusat. Makanya, tidak ada tindakan hukum yang diambil oleh pemerintah walau sudah berkali-kali perusahaannya mencemari Sungai di Malinau.
“Kayan Group punya kantor di Gedung Paragon Orchard Road, Singapura, punya kolam renang yang pada tahun 2010 sudah bernilai Rp70 Milyar. Artinya, jangan-jangan A Jui (Juanda Lesmana Lauw, red) sudah di sana setelah dijemput Polisi,” kata teman kecilnya di Tanjung Selor ini seraya meminta tidak sebut namanya, Kamis (12/12/2024) malam.
Pernyataan anggota DPR RI Deddy Sitorus melalui akun Tik Toknya beberapa saat setelah mendapat kabar Juanda Lesmana diperiksa di Mabes Polri, mengatakan PT KPUC banyak bermasalah. Selama bertahun-tahun limbah Tambang Batubara milk KPUC mencemari Sungai Malinau.
Menurut Deddy Sitorus, Penyidik Mabes Polri sudah memasang garis Polisi di Lokasi Tambang Batubara dan membawa Juanda Lesmana Lauw ke Mabes Polri untuk menjalani proses hukum.
“Saya tegaskan, kasus ini akan saya kawal agar hukum ditegakkan di Kalimantan Utara. Apresiasi buat Polri, tapi jangan masuk angin,” tegas Deddy yang menyebut Juanda Lesmana selama ini dikenal di Kaltara sebagai Godfather yang tidak tersentuh.
Baca Juga:
- Kejagung Periksa 2 Saksi, Dugaan Suap Penanganan Perkara Ronald Tannur
- Penyidik Kejagung Periksa Saksi Perkara Impor Gula
- Hakim Tolak Permohonan Praperadilan PT Duta Palma Satu
Deddy Hanteru Sitorus sudah berulangkali mempermasalahkan ulah perusahaan milik Juanda Lesmana Lauw, membuang limbah secara langsung ke Sungai Malinau.
“Limbah KPUC telah menghancurkan ekosistem sungai, menyebabkan kematian ikan dalam jumlah besar dan menyebabkan PDAM tidak dapat berfungsi,” kata Deddy Sitorus dalam keterangan tertulis kepada media pada 5 April 2021 lalu.
Mengutip perkataan anggota DPR RI dari PDI Perjuangan ini, Pemerintah Daerah hingga Pemerintah Pusat dinilainya terkesan tidak berdaya mengambil tindakan tegas terhadap KPUC, meskipun perusahaan tersebut sudah berulangkali melakukan pencemaran berat.
“PT KPUC itu kebal hukum, buktinya hingga hari ini belum ada tindakan yang diambil oleh instansi terkait. Saya sudah menulis surat ke Gubernur Kaltara hingga Menteri KLH, Kapolri, Kapolda Kaltara, namun tidak mendapat jawaban,” kata Deddy yang terpilih dari Dapil Provinsi Kaltara kepada Wartawan saat itu.
Ketua Forum Komunikasi Putra-Putri TNI/POLRI (FKPPI) Kabupaten Malinau Saut Maruli Tua Tamba, yang akrab disapa “Bang Saragi” menyebut, pelanggaran yang dilakukan Juanda Lesmana baik sebelum KPUC melakukan Tambang Batubara banyak. Misalnya, penebangan kayu di Hutan Produksi Tetap (HPT) tanpa izin atau illegal loging. Melakukan Penambangan Batubara di luar konsesi Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Blok Rian, seluas 28 Hektar pada tahun 2016.
“Yang paling menyedihkan, perbuatan tak manusiawi, adalah penggusuran terhadap komunitas masyarakat adat Punan di tiga desa. Mereka dipindah paksa dari Desa Punan Rian, Desa Punan Langap, dan Desa Punan Seturan. Benar-benar tidak beradab,” kata Bang Saragi nada tinggi, Jum’at (13/12/2024).
Demikian juga tanggapan Paul Mauregar Lalong, mantan Ketua LSM di Malinau ini sebaliknya bertanya, apakah pemeriksaan pengusaha raksasa Kaltara ini benar-benar serius.
“Saya tak melihat adanya keseriusan pemerintah terhadap pelanggaran yang selama ini terus berlanjut, dari tahun ke tahun dilakukan KPUC. Saya hanya mengambil contoh jebolnya tanggul limbah pada Agustus 2022 mencemari 14 desa yang berada di pinggir Sungai Malinau dan Sungai Sesayap sampai sekarang tidak ada tindakan hukum yang dilalukan,” kata Paul M Lalong melalui handphone kepada media ini, Sabtu (14/12/2024) malam.
Menurut Paul Lalong, jikapun perusahaan KPUC ditutup, apakah permasalahannya sudah selesai. Seperti bekas galian yang dibiarkan menganga, pencemaran sungai yang habitatnya musnah, masyarakat adat yang tatanan kehidupannya terganggu, dan hidup terlunta-lunta.
Nampaknya, kata Paul Lalong, hanya mimpi di siang bolong. (HUKUMKriminal.Net)
Penulis: SL Pohan
Editor: Lukman