Said Iqbal: Dalam Kalkulasi Sementara Litbang KSPI dan Partai Buruh
Presiden Partai Buruh Ungkap Asumsi Badai PHK 50 Ribu Karyawan

HUKUMKriminal.Net, JAKARTA: Tarif resiprokal yang diterapkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebesar 32 persen terhadap Indonesia, akan mulai berlaku, Rabu 9 April 2025.
Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, menyampaikan asumsi tentang badai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 50 ribu Buruh gelombang Kedua 3 bulan ke depan.
PHK besar-besaran ini akibat kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald John Trump, terhadap barang-barang yang masuk ke AS.
Dalam Konferensi Pers yang digelar secara online, Said Iqbal mengawali dengan mengungkapkan badai PHK gelombang pertama yang terjadi pada Januari hingga awal bulan Maret 2025, yang mencapai sekitar 60 ribu di 50 perusahaan berdasarkan data dari Litbang Partai Buruh dan KSPI.
“Dan sayangnya, seperti yang dikhawatirkan KSPI dan Partai Buruh sudah terbukti. 60 ribu Buruh, setidak-tidaknya yang tercatat di KSPI dan Partai Buruh tersebut tidak mendapatkan THR. Termasuk Sritex,” ungkap Said Iqbal, Sabtu (5/4/2025).
Meski masih dipandangnya perlu pendalaman, namun berdasarkan data laporan yang diterima dari lapangan sebelum lebaran, pihak serikat pekerja di tingkat perusahaan telah menerima informasi diajak berunding oleh pimpinan-pimpinan perusahaan terkait kemungkinan terjadinya PHK.
“Fakta kedua, sebelum lebaran kami sudah mendapatkan data fakta di lapangan beberapa perusahaan itu oleng, sedang mencari formula menghindari PHK. Tetapi dengan adanya hantaman kebijakan tarif oleh Donald Trumph, bisa dipastikan terjerembab. Bukan lagi oleng,” jelas Said Iqbal.
Fakta ketiga, lanjutnya, belum ada kebijakan Pemerintah Indonesia yang mengantisipasi kebijakan tarif Presiden AS tersebut untuk menghindari pengurangan produksi, atau penutupan perusahaan yang berujung pada PHK.
Meski diakuinya telah ada surat yang dikeluarkan Presidential Communication Office (PCO) atau Kantor Komunikasi Kepresidenan dengan mambangun mitra-mitra dagang. Namun Said menilai, itu sifatnya jangka panjang. Termasuk juga hilirisasi, dan satu lagi kebijakan lainnya yang tidak ia pahami sebagai pemimpin Buruh termasuk jangka panjang. Sedangkan kebijakan Trump, itu bersifat jangka pendek.
“Itu semua jangka panjang, nggak bisa mengantisipasi PHK,” tegas Said Iqbal.
Berdasarkan catatan dari Litbang KSPI dan Partai Buruh, sejumlah industri yang akan dihantam badai PHK gelombang Kedua dari kebijakan tarif Donald Trump itu diantaranya industri garmen, textile, sepatu, industri makanan dan minuman orientasi ekspor ke Amerika, industri Minyak Sawit, Karet, elektronik, dan pertambangan yang dikirim ke AS.
“Dalam kalkulasi sementara Litbang KSPI dan Partai Buruh, badai gelombang PHK ini bisa tembus diangka lebih dari 50 ribu dalam kurun waktu 3 bulan pasca ditetapkannya tarif berjalan,” ungkap Said Iqbal lebih lanjut.
Baca Juga:
- Pemerintah Indonesia Kirim Bantuan Ketiga ke Myanmar
- Perkara TPPU Kasatker PJN Wilayah 1
- Gempa Myanmar, Indonesia Kirim Tim SAR
Lebih lanjut ia menjelaskan, kenaikan tarif baru sebesar 32 persen ke AS akan berakibat menurunnya pembelian barang-barang Indonesia lantaran harga mahal. Hal ini kemudian berakibat, jumlah produksi dalam negeri diturunkan.
“Yang bisa dilakukan perusahaan hanya dua. Karena efisiensi maka kurangi sebagian karyawan, atau jika tidak mampu sama sekali ongkos produksi lebih mahal dari pada pendapatan, tutup perusahaan,” jelas Said Iqbal.
Menurutnya, perusahaan-perusahaan yang terdampak kebijakan tarif terutama garmen, textile, dan Sepatu yang kebanyakan pemiliknya asing. Akan memilih pindah ke negara, yang tidak terkena tarif kebijakan Presiden AS tersebut.
Selain memilih pindah ke negara, strategi lain juga bisa diambil perusahaan untuk menghindari kebijakan tarif tersebut dengan mengirim produknya dari Indonesia ke negara lain. Dari negara tersebut, kemudian diberi merek produki negara itu.
“Produksinya tetap di Indonesia, tapi mereknya bukan Made in Indonesia,” jelas Said Iqbal.
Bagi perusahaan yang tidak bisa pindah, seperti Perusahaan Tambang, Perkebunan Karet, dan Perkebunan Sawit namun terdampak kebijakan tarif AS tersebut akhirnya melakukan efisiensi dengan melakukan PHK.
Terhadap kondisi itu, Said Iqbal menyarankan kepada Pemerintah Indonesia untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) PHK yang bertugas mengantisipasi supaya tidak terjadi PHK. Selain itu, juga bisa meminta Pemerintah Indonesia untuk melakukan renegosiasi dengan Pemerintah AS terkait tarif harga.
Terkait Satgas PHK tersebut, Said Iqbal mengatakan telah menyampaikan saran kepada Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad saat silaturrahmi lebaran. Satgas itu melibatkan Menteri Tenaga Kerja, Serikat Buruh, dan DPR RI.
“Beliau merespon positif, mudah-mudahan Satgas PHK ini mengantisipasi badai PHK gelombang Kedua. Setidak-tidaknya tidak menimbulkan gejolak,” harap Said Iqbal seraya menambahkan jika terjadi PHK besar-besaran Partai Buruh akan turun ke jalan. (HUKUMKriminal.Net)
Penulis: Lukman