Tak Ada Realisasi, Terdakwa Iwan Ratman Rencanakan Beli Saham

Terungkap, Aliran Dana Rp50 Milyar Dalam Kasus Korupsi Dana Dividen Blok Mahakam

Berita Utama Pengadilan Tipikor
Korupsi dana dividen
Terdakwa Iwan Ratman disidang secara virtual. (foto : Exclusive)

HUKUMKriminal.net, SAMARINDA : Sidang perkara nomor 25/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr dengan terdakwa Dr Iwan Ratman MSc Pe Bin Mansyur Yusuf SH, Kembali dilanjutkan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Samarinda yang diketuai Dr Hasanuddin SH MH, dengan Hakim Anggota Arwin Kusmanta SH MM dan Suprato SH MH M Psi, Kamis (6/8/2021) siang.

Iwan Ratman adalah Direktur PT Mahakam Gerbang Raja Migas (MGRM) Perseroda Kabupaten Kutai Kartanegara. Ia didakwa malakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp50 Milyar dalam Proyek Pengadaan Tangki Timbun dan terminal BBM di Samboja Kaltim.

Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim Zaenurofiq. 5 saksi dihadirkan, namun hanya 2 orang yang sempat memberikan keterangan karena keterbatasan waktu.

2 saksi yang dimintai keterangannya masing-masing Muhammad Taufiq selaku Komisaris PT MGRM, dan Ahmad Iqbal Nasution sebagai Plt Direktur Utama PT MGRM.

Muhammad Taufiq menjadi saksi yang dimintai keterangannya pertama kali. Dalam keterangannya, ia menyampaikan sebelum menjabat sebagai Komisaris di PT MGRM, merupakan pensiunan Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan posisi akhir sebagai Kabag Ekonomi di Sekretariat Pemprov Kaltim.

Taufiq membenarkan perihal adanya dana deviden bagi hasil yang diterima dari Pertamina Hulu Mahakam sebesar 10 persen di Tahun 2019. Dari jumlah itu, Pemkab Kukar mendapatkan bagian 3,5 persen. Sedangkan sisanya mengalir ke Pemprov Kaltim.

Dana pembagian hasil dari Provinsi Kaltim dan Pemkab Kukar, yang kemudian ditampung oleh PT MGRM total keseluruhannya sebesar Rp191 Milyar.

Dikonfirmasi DETAKKaltim.Com group HUKUMKriminal.net usai sidang yang digelar secara virtual itu, Zaenurofiq menjelaskan terkait anggaran tersebut yang terungkap dalam persidangan.

Dari nilai seluruh anggaran itu, kata Zaenurofiq, terdakwa Iwan Ratman selaku Direktur Utama PT MGRM merancanakan untuk membuat proyek pembangunan Tangki Timbun dan terminal BBM di Samboja, Balikpapan, dan Cirebon.

“Jadi terkait dengan pembelian saham, diketahui terdakwa Iwan Ratman di dalam visi misi PT MGRM berencana melakukan bisnis pembangunan Tangki Timbun dan terminal BBM,” beber Zaenurofiq.

Namun, berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) rencana proyek itu tidak dijelaskan secara gamblang.

“Pengakuan saksi memang ada sempat dibicarakan. Namun tidak sampai disebutkan berapa nilai nominalnya dan detailnya,” jelas Zaenurofiq.

Pada Proyek Pembangunan Tangki Timbun dan Terminal BBM, terdakwa Iwan Ratman berencana melakukan sistem Golden Share. Dan biayanya menggunakan dana dari hasil Dividen sebesar 10 persen tersebut.  Dalam sistem Golden Share ini, rencananya PT MGRM juga akan mendapatkan bagi hasil dari investor.

“Namun faktanya tidak. Ternyata Iwan Ratman mengambil kebijakan sendirian, tanpa persetujuan Komisaris ataupun melalui RUPS,” jelas Zaenurofiq lebih lanjut.

Fakta persidangan, lanjutnya, Uang sebesar Rp50 Milyar yang berasal dari total keseluruhan dana dividen sebesar Rp191 Milyar itu, rupanya malah dialirkan ke perusahaan swasta yang belakangan diketahui adalah miliknya.

Uang itu dialirkan secara bertahap pada 2019. Rp 10 Milyar digunakan sebagai pinjaman dana ke PT Petro T&C. Sedangkan Rp40 Milyar, motifnya digunakan untuk pembelian saham pembangunan Tangki Timbun melalui anak perusahaan PT Petro T&C, bernama PT Petro Indo Tank.

“Mengalirnya dana Rp50 Milyar ini secara bertahap. Dari Rp50 Milyar ini Rp10 Milyar dulu motifnya itu pinjaman. Yang kemudian Rp40 Milyar itu juga bertahap, yaitu mengenai untuk akusisi saham pembangunan Tangki Timbun di Samboja. Melalui PT Petro T&C yang kemudian untuk anak perusahaannya PT Petro Indo Tank itu tadi. Pertama Rp5 Milyar, kemudian Rp2 Milyar hingga akhirnya total sebesar Rp40 Milyar,” jelas Zaenurofiq.

Saksi juga mengatakan, bahwa mengenai aliran dana sebesar Rp50 Milyar itu, terdakwa tidak pernah membahasnya. Ataupun disetujui, tanpa melibatkan Komisaris maupun melalui RUPS.

“Jadi tahu-tahunya ada Laporan Keuangan yang menjadi temuan BPK. Bahwa ada peminjaman dana sebesar Rp10 Milyar, dan kemudian ada laporan mengenai adanya pengeluaran uang sebesar Rp40 Milyar untuk pembelian saham pembangunan Tangki Timbun,” lanjut Zaenurofiq.

Perihal dakwaan terhadap Iwan Ratman yang dianggap telah menguntungkan diri sendiri, perusahaan, dan orang lain tersebut, jelas Zaenurofiq, hal itu mengenai perjanjian pembelian saham antara PT Petro Indo Tank dan PT MGRM, yang terjadi di Bulan April 2019.

Pada saat perjanjian itu diteken, terdakwa masih berstatus sebagai direktur PT Petro T&C. Sehingga dengan kuasanya sebagai pimpinan di dua perusahaan itu, Iwan Ratman melakukan perjanjian sendiri.

“Di dalam perjanjian itu terdakwa yang selaku direktur PT MGRM bertanda tangan. Sedangkan PT Petro T&C seolah-olah ditandatangani oleh keponakannya. Sedangkan diketahui, keponakannya itu baru diangkat sebagai Direktur Utama di PT Petro T&C pada bulan Juli 2019. Jadi Iwan Ratman itu sudah melakukan perjanjian dengan dirinya sendiri,” beber Zaenurofiq.

Di dalam persidangan memang disampaikan dimana lokasi proyek Tangki Timbun tersebut berada, namun yang jadi masalah adalah hingga kini bentuk proyek itu tidak ada. Atau disebut fiktif. Sertifikat saham yang dibelipun juga tidak ada.

“Ditanyakan kepada Komisaris maupun Plt Direktur Utama PT MGRM yang sekarang, juga mengaku tidak pernah melihat bentuk dari sertifikat saham yang nilainya sebesar Rp50 Milyar itu. Jadi sampai sekarang pekerjaan proyek itu tidak ada alias fiktif,” ucap Zaenurofiq.

BERITA TERKAIT :

Dalam keterangannya, Ahmad Iqbal Nasution yang kini menjabat sebagai Plt Direktur Utama di PT MGRM mengaku, sebelumnya adalah Direktur Operasional.

Ahmad Iqbal, kata Zaenurofiq, membenarkan bahwa perjanjian kerja sama pembangunan Tangki Timbun dan aliran Uang sebesar Rp50 Milyar ke PT Petro T&C tanpa sepengetahuan Komisaris maupun dibahas didalam RUPS.

“Ada pembicaraan, cuma hanya dari Iwan Ratman yang kala itu membicarakan mengenai rencana bisnis ke depan, yaitu dengan membangun Tangki Timbun di Samboja. Dengan sistem bisnisnya Golden Share,” jelasnya.

Dalam sistem ini PT MGRM tidak perlu mengeluarkan sejumlah uang. Pasalnya Tangki Timbun yang akan dibangun, pihak investorlah yang akan melakukan kerja sama dengan PT MGRM mendanainya.

“Di dalam perjanjian juga dijelaskan, bahwa PT MGRM hanya sebatas operator saja. Kemudian bertugas untuk memproses ragam perizinan itu saja. Bukan menyiapkan dana untuk pembelian saham tadi.” tandas Zaenurofiq.

Sidang masih akan dilanjutkan pekan depan dalam agenda mendengarkan keterangan saksi-saksi. (HUKUMKriminal.net)

Penulis : Lukman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *