Buyung : Sanksi Tegas Harus Dijatuhkan!

Pengakuan Ismail Bolong Picu Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim Nyatakan Sikap

Berita Utama Kepolisian Nasional
Ismail Bolong. (foto : ist)
Ismail Bolong. (foto : ist)

HUKUMKriminal.net, SAMARINDA : Kejahatan Pertambangan Tanpa Izin (PETI) atau yang seringkali disebut dengan istilah “Tambang Ilegal” terus menghantui warga Kalimantan Timur (Kaltim).

Alih-alih berkurang, aktivitas Tambang Ilegal ini justru semakin marak terjadi di seluruh wilayah Kaltim. Dan lebih parahnya lagi, kejahatan yang terjadi di depan mata ini, seolah “dibiarkan” begitu saja oleh aparat Kepolisian.

Menurut data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, terdapat 151 titik aktivitas Tambang Ilegal di seluruh wilayah Kaltim.

“Namun mirisnya, hanya ada 3 kasus yang terpantau sedang dalam proses hukum hingga saat ini. Hal tersebut menunjukkan betapa aparat Kepolisian sungguh tidak serius dalam menangani kejahatan ini,” kata Buyung Marajo, Juru Bicara Koalisi Masyarakat Sipil (KMS) Kaltim dalam rilis Persnya yang diterima DETAKKaltim.Com group HUKUMKriminal.net, Sabtu (5/11/2022).

Video pengakuan Ismail Bolong terkait dengan kejahatan Tambang Ilegal yang dilakukannya, kata Buyung lebih lanjut, adalah petunjuk terang bagi aparat Kepolisian untuk segera memprosesnya.

Ismail Bolong, masih kata Buyung, diketahui merupakan anggota Kepolisian yang bertugas di Polresta Samarinda. Dalam video tersebut, Ismail Bolong mengakui secara terbuka kejahatan yang dilakukannya. Termasuk hasil kejahatan yang juga ia sebut dialirkan kebeberapa pihak.

Baca Juga :

Di antara nama yang ia sebut adalah Kabareskrim Polri, dan Kasatreskrim Polres Bontang. Pengakuan Ismail Bolong ini, lanjut Buyung, telah mengurai keterlibatan aparat Kepolisian dalam kejahatan Tambang Ilegal. Hal yang sebenarnya telah diduga publik sejak lama.

Berdasarkan hal tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur dan para individu yang mendukung, menyatakan sikap;

  1. Pengakuan atas keterlibatan anggota Kepolisian ini mengkonfirmasi dan menguatkan dugaan publik selama ini, jika lemahnya penegakan hukum terhadap kejahatan Tambang Ilegal, disebabkan oleh keterlibatan ataupun backup dari aparat penegak hukum sendiri.
  2. Kabar mundurmya Ismail Bolong sebagai anggota Kepolisian, bukan berarti kasus ini berhenti. Atas nama hukum dan keadilan, hukum harus ditegakkan. Kejahatan Tambang Ilegal harus diungkap. Oleh karena itu, Ismail Bolong berikut nama-nama aparat Kepolisian baik yang disebut maupun yang tidak disebut, yang terlibat dalam kejahatan ini, harus diproses hukum sesegera mungkin.
  3. Layaknya kejahatan, selalu dilakukan dengan cara saling bekerja sama (sindikat) dan secara rahasia (mafia). Oleh karena itu, pernyataan Ismail Bolong yang menyebut jika kejahatan ini atas dasar inisiatif sendiri tanpa perintah atasan, sangat sulit untuk dipercaya.

“Kami percaya jika kejahatan Tambang Ilegal ini dilakukan secara bersama-sama. Dengan demikian, harus dikejar hingga ke akar-akarnya terhadap siapa saja pelaku kejahatan di lapangan, yang turut serta melakukan kejahatan, hingga pelaku yang memerintahkan kejahatan,” sebut Buyung.

  1. Reformasi besar-besaran dalam tubuh Kepolisian harus segera dilakukan, terutama berkaitan dengan keterlibatan anggotanya dalam bisnis haram seperti kejahatan Tambang Ilegal ini. Dan reformasi tersebut tersebut hanya bisa dimulai dengan cara membersihkan anggota-anggotanya terlebih dahulu, yang selama ini terlibat dalam kejahatan tersebut.

“Sanksi tegas harus dijatuhkan!” kata pentolan Pokja 30 tersebut.

  1. Kami menyerukan kepada seluruh warga masyarakat untuk menyatakan mosi tidak percaya kepada aparat Kepolisian, jika keterlibatan anggota-anggotanya tidak diungkap ataupun kejahatan Tambang Ilegal ini tidak dengan serius ditangani sampai tuntas.

Sejumlah organisasi disebutkan tergabung dalma Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur ini di antaranya, Kaukus Indonesia Untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Kalimantan Timur; Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur; Aksi Kamisan Kalimantan Timur; POKJA 30 KALTIM;  Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) FH Unmul;  Lakpesdam Kalimantan Timur; dan Naladwipa Institute.

Selanjutnya, Pusat Studi Hukum Perempuan dan Anak (PuSHPA) FH Unmul; Bunga Terung Kaltim; LBH Samarinda; AMAN KALTIM; WALHI KALTIM; KBAM KALTIM; BEM FISIP UNMUL; BEM FH UNMUL;  STABIL; POKJA Pesisir; Perkumpulan Nurani Perempuan; Fraksi Rakyat Kutim, dan AJI Kota Samarinda.

Sedangkan secara individu yang mendukung pernyataan sikap tersebut tercatat ada 26 nama, di antaranya  Esti Handayani Hardi (FPIK Unmul); Haris Retno Susmiyati (FH Unmul); Sri Murlianti (FISIP Unmul); Mohammad Nasir (Universitas Balikpapan); Warkhatun Najidah (FH Unmul); Aryo Subroto (FH Unmul); Adam Setiawan (UNTAG), dan Rezky Robiatul (UNTAG). (HUKUMKriminal.net)

Sumber : Rilis

Editor   : Lukman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *