Sidang Tipikor Proyek PLTS Malinau, Ahli Ungkap Kerugian Negar Rp4,3 Milyar
Nilai Proyek Rp4,9 Milyar, Popy : Nilai Fisik Terpasang Rp628 Juta
HUKUMKriminal.net, SAMARINDA : Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Samarinda melanjutkan sidang terdakwa Ir Mohammad Djamil Budiono M Si Bin Budiman, dan Aan Gusmana Bin Sofyan Ibrahim, Selasa (24/8/2021).
Sidang kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Komunal 5 Kwp, Dalam Rangka Fasilitasi Pelaksanaan Kebijakan Pembangunan Daerah Perbatasan di wilayah Provinsi Kaltara (Paket 2) tahun 2016 di Malinau, masih beragendakan pemeriksaan saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Zaenurofiq SH dari Kejaksaan Tinggi Kaltim.
Pada sidang yang masih digelar secara virtual kali ini, JPU mengajukan saksi ahli Popy Rahmat Daulay dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Kalimantan Utara (Kaltara).
Dalam keterangannya kepada DETAKKaltim.Com group HUKUMKriminal.net usai sidang, Zaenurofiq menjelaskan saksi menyampaikan pada tahun 2019 diminta Penyidik Polda Kaltara membantu melakukan perhitungan kerugian negara, pada Proyek Pembanguan PLTS Komunal 5 Kwp di 4 Desa, Kecamatan Kayan Hilir, Malinau.
Nilai Proyek PLTS di keempat Desa tersebut tidak termasuk PPN, disebutkan sebesar Rp4,4 Milyar. Nilai pembayaran yang sudah dibayarkan termasuk PPN sebesar Rp4,9 Milyar.
Dalam keterangannya, saksi menjelaskan berdasarkan perhitungan fisik pada bulan November 2019 bangunan Power House yang ada sekitar Rp628.628.280,-.
Saksi mengaku tidak ke lapangan, hanya mengambil data dari ahli konstruksi bangunan Ir Muji Irmawan MT dari ITS Surabaya yang turun ke lapangan. Ahli konstruksi ini sebelumnya telah memberikan keterangan, pada sidang sebelumnya.
“Dia menghitung sesuai ahli konstruksi dari ITS, bahwa pada saat ahli ke lapangan yang ada adalah bangunan Power House untuk menyimpan komponen PLTS. Komponen-komponen Panel Tenaga Surya dan sebagainya belum ada di situ, makanya tidak dihitung,” jelas Zaenurofiq.
Sehingga, lanjutnya, nila fisik yang terpasang itu saja yang dihitung. Selisihnya itu sebesar Rp4.355.335.956,00 dari Rencana Anggaran Biaya Rp4,9 Milyar dianggap sebagai kerugian negara.
“Karena tidak ada saat dilakukan pemeriksaan pada bulan November 2019,” jelas Zaenurofiq.
Baca Juga :
- Jaksa Sudah Periksa Seratusan Saksi Dalam Kasus Solar Cell di Kutim
- Bupati Kukar Bersama Dandim 0906/Kkr Lepas Pendistribusian Bansos
Sidang yang diketuai Lucius Sunarno SH MH didampingi Hakim Anggota Arwin Kusmanta SH MM dan Suprapto SH MH M Psi kali ini, masih akan dilanjutkan pekan depan dengan menghadirkan saksi dan ahli meringankan dari terdakwa.
Terdakwa Mohammad Djamil nomor perkara 24/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) III Direktorat Pengembangan Daerah Perbatasan di lingkungan Satker Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) Republik Indonesia.
Sedangkan Aan Gusmana Bin Sofyan Ibrahim nomor perkara 23/Pid.Sus-TPK/2021/PN Smr, adalah Direktur PT Pijar Visi Indonesia (PT PVI), Penyedia/Pelaksana kegiatan proyek senilai Rp16.329.460.000,- dari Pagu anggaran sekitar Rp16,8 Milyar untuk sejumlah proyek di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara.
Dalam menjalani persidangan ini, Terdakwa Aan Gusmana didampingi Penasehat Hukum (PH) Wasti SH MH, Supiatno SH MH, Zaenal Arifin SH, dan Marpen Sinaga SH, Binarida Kusumastuti SH, dan Agustinus Arif Juoni SH dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Widya Gama Mahakam Samarinda.
Sedangkan terdakwa Mohammad Djamil didampingi Ade Muhammad Nur SH selaku PH. Keduanya dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. (HUKUMKriminal.net)
Penulis : LVL