Sidang Terdakwa Ahmad Zuhdi, Didakwa Lakukan Penyuapan Bupati PPU

Dengar Ada OTT KPK, Kabid Bina Marga PPU Buang HP ke Laut

Berita Utama KPK
Terdakwa Ahmad Zuhdi didampingi Penasehat Hukum Indra Pratama SH, Robinson SH MH, dan Bagus RP Tarigan SH mengikuti sidang secara virtual dari Jakarta. (foto : Lukman)
Terdakwa Ahmad Zuhdi didampingi Penasehat Hukum Indra Pratama SH, Robinson SH MH, dan Bagus RP Tarigan SH mengikuti sidang secara virtual dari Jakarta. (foto : Lukman)

HUKUMKriminal.net, SAMARINDA : Petriandy Ponganton Pasuli alias Riyan, Kepala Bidang (Kabid) Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Kaltim, memberikan kesaksiannya dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Direktur Utama PT Borneo Putra Mandiri (BPM) Ahmad Zuhdi, Kamis (14/4/2022).

Riyan yang mengaku mulai menjabat sebagai Kabid Bina Marga sejak tahun 2020, mendapat berbagai pertanyaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ferdian Adi Nugroho yang memulai pertanyaannya apakah saksi pernah diBAP terkait perkara ini. Dijawab saksi pernah, dan keterangannya benar semua.

Saksi yang juga menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) mengaku memiliki kewenangan menandatangani kontrak pekerjaan hanya pada batasan Rp50 Milyar ke bawah, sedangkan di atas Rp50 Milyar kewenangan Kuasa Penggunaan Anggaran (KPA) dalam hal ini Kepala Dinas PUPR.

Ditanya tetang Terdakwa Ahmad Zuhdi, saksi menjelaskan termasuk salah satu kontraktor besar di PPU. Sering mendapat proyek, termasuk mendapat pekerjaan di luar Bidang Bina Marga.

Terkait pengkondisian untuk memenangkan suatu pekerjaan di Dinas PUPR, saksi mengaku tidak mengetahui. Namun ia mengaku pernah diinformasikan Kepala Dinas PUPR (Edi Hasmoro) tentang suatu pekerjaan, akan dikerjakan Si A Si B.

Saksi kemudian menyebutkan, yang pernah disebut Kepala Dinas PUPR dalam ingatannya adalah Terdakwa Ahmad Zuhdi dalam pekerjaan multi years, dan Babulu Darat DAK 2021.

JPU memperlihatkan transkrip rekaman percakapan antara saksi melalui nomor Handphone XXX1838 dengan Edi Hasmoro nomor XXX7999 yang menyebut kata Bos. JPU mempertanyakan siapa itu Bos, dijawab saksi Pak Bupati.

Pada pertemuan di rumah Asdarussalam yang dihadiri Kadis PUPR Edi Hasmoro dan Kabid Cipta Karya Ricci Firmansyah, saksi menjelaskan ia menolak permintaan Bupati yang disampaikan Edi Hasmoro melalui Asdarussalam terkait permintaan non teknis dari para rekanan.

“Ini ada permintaan dari Pak Bupati, begitu ada perintah (kata), saya tanya kalau perintah kaitannya non teknis saya ndak mau pak,” jelas saksi.

“Yang saudara pahami permintaan non teknis itu apa?” tanya JPU.

“Uang,” jawab saksi singkat.

Ditanya bagaimana saksi bisa memaknai permintaan non teknis itu Uang, dijelaskan saksi sebelumnya pernah disampaikan hal itu Edi Hasmoro dari Asdarussalam.

JPU kemudian menanyakan masalah saksi membuang HP, dibenarkan saksi. Ia mengaku membuang HP di laut antara Penajam dan Balikpapan. Ia buang setelah mendapat informasi ada terjadi OTT (Operasi Tangkap Tangan), namun belum tahu siapa yang kena. Ia hanya dapat informasi Edi Hasmoro di tahan di Polda Kaltim. Hp itu dibuang setelah bertemu Ricci, dan Abdul Gafur Kabid Pengairan.

“Pada saat itu panik pak,” jelas saksi menjawab pertanyaan JPU kenapa dibuang.

Selain itu, saat kejadian itu, jelas saksi. HPnya dalam seharian itu berbunyi terus sampai ada pesan yang berbunyi, “Kiamat sudah kamu di Penajam,”.

BERITA TERKAIT 

Ditanya siapa saja yang membuang HPnya, saksi menjelaskan selain dirinya juga Ricci dan Gafur. HP saksi disebutkan merk Samsung Note.

Ditanya apakah saksi pernah menerima sesuatu dari Terdakwa Ahmad Zuhdi terkait pekerjaan, saksi menjelaskan pernah dibantu saat menderita Covid-19 sejumlah Rp10 Juta. Selain itu juga pernah diminta Edi Hasmoro untuk minta dibantu saat hari ulang tahun Dinas PU, dan Uang makan saat menjamu tamu terkait IKN (Ibu Kota Negara) yang jumlahnya variatif sekitar Rp5 Juta, selain itu juga saat hari raya qurban sebesar Rp10 Juta.

Dalam hitungan JPU, dana yang diterima dari Terdakwa Ahmad Zuhdi sekitar Rp41 Juta.

“Nggak ada niat untuk mengembalikan?” tanya JPU.

“Ya kalau memang saya harus kembalikan karena tanggung jawab, saya akan kembalikan,” jawab saksi.

Sejumlah pertanyaan masih diajukan JPU sebelum giliran Penasehat Hukum (PH) Terdakwa Ahmad Zuhdi mendapat giliran.

Salah satu pertanyaan yang diajukan PH Terdakwa terkait jumlah dana yang diterima saksi apakah ada Rp100 atau Rp200 Juta yang diserahkan Awang (Darmawan), dijawab saksi secara total tidak tahu karena tidak pernah menghitung.

“Yang saya ingat itu per sekali ngasi itu, tiga sampai lima juta,” jelas saksi seraya menambahkan ada 3 atau 5 kali pemberian.

Ditanya mengenai penyerahan Uang kepada Bupati dan Kepala Dinas PU terkait komitmen fee sebesar 5 sampai 10 persen, masih menjawab pertanyaan Robinson SH MH selaku PH Terdakwa Ahmad Zuhdi, saksi mengatakan tidak pernah mendengar.

“Ndak pernah Pak, saya ndak pernah mendengar,” jawab saksi.

Ia mengaku baru mengetahui hal itu pada saat Penyidikan.

Terkait 7 pekerjaan yang dikerjakan Terdakwa Ahmad Zuhdi, menjawab pertanyaan Bagus RP Tarigan SH, Penasehat Hukum Terdakwa lainnya, saksi mengatakan pekerjaan-pekerjaan itu secara fisik sudah selesai semua.

“Apakah mengenai pekerjaan-pekerjaan tersebut ada temua BPK?” tanya Bagus.

“Sementara masih dalam proses, jadi belum bisa dapat temuannya,” jelas saksi.

Dari seluruh pekerjaan itu, saksi menjelaskan, belum semua pembayarannya diselesaikan.

Usai pemeriksaan saksi Riyan, sidang masih dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi Ricci Firmansyah.

Terdakwa Direktur Utama PT Borneo Putra Mandiri Ahmad Zuhdi nomor perkara nomor 23/Pid.Sus-TPK/2022/PN Smr, didakwa melakukan penyuapan kepada sejumlah Tersangka termasuk Bupati PPU Abdul Gafur Mas’ud (AGM).

Sidang diketuai Muhammad Nur Ibrahim SH MH, didampingi Hakim Anggota Heriyanto S Ag SH dan Fauzi Ibrahim SH MH.

Terdakwa Ahmad Zuhdi didakwa melakukan tindak pidana Penyuapan, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

Dalam perkara ini, Terdakwa Ahmad Zuhdi didampingi Penasehat Hukum (PH) Indra Pratama SH, Robinson SH MH, dan Bagus RP Tarigan SH. (HUKUMKriminal.net)

Penulis : Lukman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *