Kasus Perusda Witeltram Kutai Barat, 2 Terdakwa Divonis Bersalah
Dihukum 1 Tahun Penjara, Mantan Pj Bupati Mahulu Pikir-Pikir
HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA : 2 orang terdakwa dalam kasus tindak pidana korupsi Perusda Witeltram Kutai Barat divonis bersalah dan dijatuhi hukuman penjara, Kamis (4/4/2019) sore.
Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Samarinda yang menyidangkan perkara ini dipimpin Hongkun Otoh SH MH, dengan Hakim Anggota Ir Abdurrahman Karim SH dan Anggraeni SH.
Terdakwa pertama Tinus, anak dari Samuel Ngampun (alm.), Direktur Utama (Dirut) Perusda Witeltram 2014-2019 dengan nomor perkara 53/Pid.Sus-TPK/2018/PN Smr, dijatuhi hukuman penjara selama 6 tahun denda Rp200 Juta subsidair 2 bulan. Selain itu ia juga dibebankan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp.1.383.796.517,-.
Jika dalam waktu satu bulan setelah putusan inkracht tidak bisa diganti, maka harta bendanya dapat disita Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta yang cukup untuk menutupi uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menilai terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP sesuai dengan dakwaan kesatu primair.
Mantan Pj Bupati Mahakam Ulu (Mahulu) MS Ruslan Bin H Muhammad Jaang Arsyad menjadi terdakwa kedua dalam kasus ini. Ia dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah tetap ditahan dan denda sebesar Rp50 Juta subsidair selama 2 bulan kurungan.
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim menilai terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan “Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima pemberian atau janji dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan dakwaan Kedua primair Penuntut Umum.
Pada sidang sebelumnya, terdakwa dengan perkara nomor 54/Pid.Sus-TPK/2018/PN Smr dituntut selama 2 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah tetap ditahan dan denda sebesar Rp50 Juta subsidair selama 6 bulan kurungan.
Berita Terkait : Dugaan Tipikor, PH Mantan Dirut Perusda Witeltram Hadirkan Saksi Ahli
Atas putusan ini, setelah berkonsultasi dengan Penasehat Hukum (PH) kedua terdakwa menyatakan pikir-pikir. Begitu juga dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Erlando Julimar SH dari Kejaksaan Negeri Kutai Barat menyatakan pikir-pikir.
“Pikir-pikir,” kata Ruslan menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim yang disidang setelah Tinus.
Terhadap jawaban itu, Ketua Majelis Hakim mengatakan ada waktu 7 hari bagi terdakwa untuk mengambil sikap atas putusan tersebut. Apakah menerima atau banding.
Terdakwa Ruslan didampingi PH Roy Hendrayanto SH dengan rekan, sedangkan terdakwa Tinus didampingi PH Bambang Srimartono SH. (HK.net)
Penulis : Lukman