Ketut : Kami Sangat Menghargai Berbagai Komentar

Respon Reaksi Masyarakat, Kejagung Buka Suara Soal Tuntutan Ferdy Sambo Cs

Berita Utama Kejaksaan
Fadil Zumhana, JAM Pidum didampingi Kapus Penkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana. (foto : Exclusive)
Fadil Zumhana, JAM Pidum didampingi Kapus Penkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana. (foto : Exclusive)

HUKUMKriminal.net, JAKARTA : Dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Terdakwa Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal Wibowo masing-masing dituntut 8 tahun penjara. Sedangkan Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dituntut selama 12 tahun penjara. Hal ini kemudian mendapat berbagai komentar dari masyarakat, di media sosial.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Fadil Zumhana melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapus Penkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana dalam Siaran Pers Nomor: PR – 105/105/K.3/Kph.3/01/2023 yang diterima DETAKKaltim.Com group HUKUMKriminal.net, Kamis (19/1/2023) Pukul 15:01 Wita bersuara.

Ketut menyampaikan, mencermati pemberitaan terkait Tuntutan Terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawthi, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal Wibowo, dan Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu (Ferdy Sambo Cs-red) tersebut di berbagai media massa dan unggahan media sosial, serta opini dan polemik yang berkembang di masyarakat yang cenderung memberikan dampak negatif terhadap institusi.

Melalui Siaran Pers ini, kata Ketut, Pusat Penerangan Hukum menyampaikan pertimbangan-pertimbangan hukum secara logis, yuridis dan akuntabel, yang dijadikan bahan pertimbangan oleh Penuntut Umum dalam membacakan Surat Tuntutan.

“Bahwa kami sangat menghargai berbagai komentar dan rasa empati terhadap korban, keluarga korban, dan para Terdakwa yang selama ini berkembang di masyarakat baik pro maupun kontra terhadap surat tuntutan Penuntut Umum,” kata Ketut.

BERITA TERKAIT :

Bahwa penentuan tinggi rendahnya tuntutan yang diajukan terhadap para Terdakwa, jelas Ketut, mempertimbangkan berbagai persyaratan baik itu pelaku, korban, peran masing-masing para Terdakwa, termasuk latar belakang para Terdakwa, dan rasa keadilan yang berkembang di masyarakat.

“Penilaian tuntutan bukan saja dilihat dari mens rea para Terdakwa, tetapi kesamaan niat dan perbedaan peran dari masing-masing para Terdakwa menjadi pertimbangan matang dalam menuntut para Terdakwa, sebagaimana dibuktikan dalam Pasal 340 KUHP Junto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP,” jelas Ketut.

Sebagaimana fakta hukum yang terungkap di persidangan, lanjutnya, bahwa Terdakwa Ferdy Sambo sebagai pelaku intelektual (intelectual dader) telah dituntut dengan hukuman seumur hidup. Karena telah memerintahkan Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu, untuk mengeksekusi menghilangkan nyawa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat guna menyempurnakan pembunuhan berencana, sehingga Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu dituntut 12 tahun penjara.

Sementara Terdakwa Putri Candrawthi, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal Wibowo, tidak secara langsung menyebabkan terjadinya penghilangan nyawa Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat. Perbuatan Terdakwa Putri Candrawathi, Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal Wibowo, sejak awal mengetahui rencana pembunuhan tersebut, akan tetapi tidak berusaha mencegah untuk tidak terjadi pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Bahwa rekomendasi dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terhadap Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu, untuk mendapatkan justice collaborator telah diakomodir dalam surat Tuntutan sehingga Terdakwa mendapatkan tuntutan pidana jauh lebih ringan dari Terdakwa Ferdy Sambo sebagai pelaku intelektual.

“Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu adalah seorang bawahan yang taat kepada atasan, untuk melaksanakan perintah yang salah dan menjadi eksekutor dalam pembunuhan berencana dimaksud,” jelas Ketut.

Bahwa kasus pembunuhan berencana, jelas Ketut, bukanlah termasuk yang diatur dalam Pasal 28 Ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Yang pada pokoknya tindak pidana yang akan diungkap merupakan tindak pidana dalam kasus tertentu, dan juga sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 antara lain tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir.

Delictum yang dilakukan oleh Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu sebagai eksekutor, yakni pelaku utama bukanlah sebagai penguak fakta utama. Sehingga peran kerja sama dari Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu sudah dipertimbangkan, sebagai Terdakwa yang kooperatif dalam Surat Tuntutan Penuntut Umum.

“Sementara peran Terdakwa sebagai pelaku utama yang menyebabkan sempurnanya tindak pidana pembunuhan berencana, tidak dapat direkomendasikan untuk mendapatkan justice collaborator sebagaimana yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011, salah satunya justice collaborator adalah bukan pelaku utama,” jelas Ketut.

Bahwa proses persidangan masih berjalan, lanjut Ketut, dan kemungkinan akan sampai pada upaya-upaya hukum ke tingkat Mahkamah Agung.

“Untuk itu, agar segenap masyarakat dan media menunggu bagian akhir dari Putusan perkara dimaksud sehingga tidak menimbulkan polemik di masyarakat.” tandas Ketut. (HUKUMKriminal.net)

Sumber : Siaran Pers/K.3.3.1/Diolah

Editor   : Lukman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *