DIRUT PERUSDA WITELTRAM DIDAKWA RUGIAN NEGARA RP1,6 MILIAR

Kasus Dugaan Tipikor Perusda Witeltram, PH Terdakwa Bacakan Eksepsi

Berita Utama Pengadilan Tipikor
Pengadilan Negeri Samarinda, Kalimantan Timur. (foto : Lukman)

HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA : Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Samarinda yang dipimpin Hongkun Otoh SH MH dengan Hakim Anggota Ir Abdurramah Karim SH dan Anggraeni SH, melanjutkan sidang kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan nomor perkara 53/Pid.Sus-TPK/2018/PN Smr, Jum’at (30/11/2018).

Sidang kasus yang mendudukkan Tinus (49) anak dari Samuel Ngampun (alm.) sebagai terdakwa dalam dakwaan secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, memasuki agenda pembacaan Eksepsi Penasehat Hukum (PH) terdakwa.

Tinus adalah Direktur Utama (Dirut) Perusda Witeltram Kutai Barat periode 2009-2019 sesuai SK Bupati Kutai Barat Nomor : 539/K.305/2009 tentang pengangkatan Direksi Perusda Witeltram 2009-2014 dan Keputusan Bupati Kutai Barat Nomor : 539/K.835/2014 tentang pengangkatan Direksi Perusda Witeltram 2014-2019.

Dalam Eksepsinya, Bambang Srimartonon SH, Iswananta SH, dan Adi Surahman SH selaku PH terdakwa menyebutkan, surat dakwaan yang telah dibacakan JPU tidak memenuhi ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b (KUHAP) karena diaggap prematur.

“Kami mohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan terhadap surat dakwaan tidak dapat diterima,” sebut PH terdakwa dalam Eksepsinya.

Pada sidang yang digelar Senin (26/11/2018) Jaksa Penuntut Umum (JPU) Indra Rivani S Hut SH MH dari Kejaksaan Negeri Kutai Barat dalam dakwaannya menyebutkan bahwa, terdakwa Tinus  periode 2015-2016 telah mencairkan uang Perusda Witeltram sebesar Rp1.683.796.517,- untuk keperluan pribadi. Uang tersebut dicairkan berkali-kali dengan nilai yang berbeda –beda yang menimbulkan kerugian negara senilai Rp1.683.796.517,- berdasarkan hasil audit Akuntan Publik yang dikuatkan Inspektorat.

Tinus kemudian didakwa dalam dakwaan Kesatu Primair sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) junto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Subsidair sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 ayat (1) junto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Dakwaan Kedua Primair, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Subsidair sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sidang akan dilanjutkan Senin (3/12/2018) dengan agenda tanggapan JPU atas Eksespsi PH terdakwa. (HK.net)

Penulis : Lukman