Perkara Perlindungan Anak Juga Dapat RJ

Permohonan RJ Perkara Pengancaman Dikabulkan Kejaksaan Agung

Berita Utama Kejagung
AM Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana. (foto: Exclusive)
JAM Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana. (foto: Exclusive)

HUKUMKriminal.Net, JAKARTA: Sejumlah perkara diselesaikan Kejaksaan Agung (Kejagung) berdasarkan mekanisme Restorative Justice (RJ)/keadilan restoratif, Senin (25/8/2025).

Dalam Siaran Pers Nomor: PR – 739/063/K.3/Kph.3/08/2025 yang diterima HUKUMKriminal.Net melalui Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 9 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme RJ.

Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif adalah terhadap Tersangka Risno Pirwandi alias Suang Bin Sukuria, dari Kejaksaan Negeri Majene, yang disangka melanggar Pasal 335 ayat (1) KUHP tentang Pengancaman.

Dijelaskan, perkara ini bermula pada 30 Maret 2025 sekira Pukul 23:00 WIB di Dusun Poniang Selatan, Desa Tallabanua, Kecamatan Sendana, Kabupaten Majene. Tersangka Risno Pirwandi berjalan kaki dan sedang menemani anaknya mengikuti Pawai Obor.

Tersangka mengikuti dari belakang dengan mengendarai sepeda motor, kemudian melihat Saksi Korban Ade Saputra Alias Ade bin Gafur mengeber-ngeberkan motornya sehingga mengakibatkan anak tersangka menangis ketakutan.

Selanjutnya, tersangka pulang ke rumahnya untuk mengambil senjata tajam jenis parang, lalu parang tersebut yang diselipkan di samping kiri pinggangnya dengan posisi parang berada di luar bajunya. Tersangka kemudian mengajak Istrinya ke pantai untuk mendorong kapal mengarah tepi pantai.

Kemudian, tersangka bersama istrinya singgah terlebih dahulu menjemput anaknya yang sedang berada di pinggir jalan. Namun belum sempat tersangka mengambil anaknya, saksi korban datang dan kembali mengeber-ngeberkan motornya sehingga tersangka tersulut emosi, lalu menegur saksi korban dan mengatakan “Jangan begitu muliatji, tadi anakku ketakutan dan biar ada kakakmu Polisi tidak takutka juga kalau kita yang buat kesalahan”.

Saksi korban yang mendengar perkataan tersangka menjadi emosi dan turun dari motornya. Melihat kejadian tersebut, tersangka langsung mencabut Parang dari sarungnya yang telah dibawa sebelumnya di depan dadanya menggunakan tangan kanan yang diarahkan langsung ke depan dada saksi korban dari jarak kurang lebih 2 meter.

Karena merasa terancam, saksi korban lari dan meninggalkan sepeda motornya di lokasi kejadian.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Majene A Irfan, Kasi Pidum M Taufik Thalib dan Jaksa Fasilitator A Tenri Wali menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme RJ.

Proses perdamaian telah dilakukan antara tersangka dan korban pada 12 Agustus 2025. Tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan menyatakan tidak akan mengulanginya.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Majene mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat Sukarman Sumarinton.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restorative, dan mengajukan permohonan kepada JAM Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin 25 Agustus 2025.

“Permohonan penghentian penuntutan diajukan oleh Kejaksaan Negeri Majene, dan disetujui oleh JAM Pidum dalam ekspose virtual pada 25 Agustus 2025,” jelas Anang.

Baca Juga:

Selain perkara tersebut, JAM Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 8 perkara lainnya.

Tersangka Elgi Mulyono Bin Safrudin (Alm) dari Kejaksaan Negeri Malinau, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 367 ayat (2) KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga.

Tersangka I Ongky Steven Love anak dari Pangeran dan Tersangka II Arief anak dari Karinius dari Kejaksaan Negeri Malinau, yang disangka melanggar Pasal 363 ayat (1) Ke-4 dan Ke-5 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.

Tersangka Robertus Kiwan Sina alias Robin anak dari Paulus Sili dari Kejaksaan Negeri Nunukan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Eko Prayogi alias Yogi Bin Sugiran dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir, yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan atau Kedua Pasal 480 ayat (2) KUHP.

Tersangka M Afrizal alias Feri Bin Ramlan dari Kejaksaan Negeri Indragiri Hilir, yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan atau Kedua Pasal 480 ayat (2) KUHP.

Tersangka Muhammad Dewi Bin (Alm.) Ali Usuh dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur, yang disangka melanggar Pasal 406 ayat (1) KUHP tentang Perusakan.

Tersangka I Sukron Bin Wadi dan Tersangka II Trisnal alias Nal Bin Yuli Darta dari Kejaksaan Negeri Belitung Timur, yang disangka melanggar Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dalam Jabatan Junto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.

Tersangka Aswar Sugitra alias Aswar Bin M Ekas dari Kejaksaan Negeri Sidrap, yang disangka melanggar Pasal 76C Junto Pasal 80 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain; Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Para Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;

Selain itu, para tersangka belum pernah dihukum; Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun; Para tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;

Selanjutnya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; Para Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; Pertimbangan sosiologis; dan masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022, tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.” pungkas JAM-Pidum. (HUKUMKriminal.Net)

Sumber: Siaran Pers

Editor: Lukman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *