Vonis Belum Final, Rahol Coba Ubah Nasib Lewat PK

Terpidana Pengguna Surat Palsu Ajukan Peninjauan Kembali

Berita Utama Pengadilan Pidana Umum
Sidang PK Terpidana Rahol Suti Yaman. (foto: ib)
Sidang Peninjauan Kembali Terpidana Rahol Suti Yaman. (foto: ib)

HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA:  Ruang sidang Prof Dr Mr Wirjono Prodjodikoro SH Pengadilan Negeri Samarinda terasa berbeda, Senin (8/9/2025) pagi. Bukan perkara baru, melainkan upaya hukum terakhir yang ditempuh seorang terpidana kasus penggunaan surat palsu, Rahol Suti Yaman.

Rahol yang sebelumnya divonis 1 tahun 6 bulan penjara, mencoba mengubah nasib lewat jalur Peninjauan Kembali (PK). Langkah itu ditempuh setelah upaya hukum Banding di Pengadilan Tinggi, menguatkan putusan Pengadilan Negeri Samarinda. Uniknya, Rahol tidak menempuh Kasasi, melainkan langsung mengajukan PK melalui kuasa hukumnya, Roszi Krisandi SH dan Pamela Pramedia SH.

Sidang PK ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Elin Pujiastuti SH MH, didampingi Hakim Anggota Agung Prasetyo SH MH dan Nur Salamah SH.

Di hadapan Kuasa Hukum Rahol serta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Chendi Wulansari SH MH dari Kejaksaan Negeri Samarinda, Majelis Hakim hanya memeriksa berkas permohonan PK dan tanggapan JPU.

Tak ada pembacaan berkas di persidangan. Semuanya dianggap sudah dibacakan.

“Tidak keberatan ya, semua ini kita anggap telah dibacakan dan berkas akan kita teruskan ke Mahkamah Agung,” ujar Hakim Elin.

Melalui sambungan video dari Rutan Sempaja, Hakim Elin sempat berkomunikasi langsung dengan Rahol. Namun suara putus-putus akibat sinyal yang buruk, membuat percakapan berlangsung singkat. Elin hanya memastikan identitas dan menegaskan apakah benar PK diajukan oleh Rahol.

“Iya benar Yang Mulia,” jawab Rahol lirih melalui telepon Kuasa Hukumnya.

Baca Juga:

Kuasa Hukum Rahol menegaskan, alasan mereka mengajukan PK bukan karena adanya bukti baru (novum), melainkan kehilafan hakim dalam menilai perkara.

Menurut Roszi, tanah milik kliennya berbeda lokasi dengan tanah milik Heryono Atmaja, yang selama ini disebut sebagai pihak yang dirugikan. Selain itu, kata dia, Rahol tidak pernah membuat surat segel yang dianggap palsu. Surat itu justru dibuat oleh kakaknya, Abdullah.

“Rahol dan Abdullah sudah terpisah sejak kecil. Selama 20 tahun tidak pernah bertemu. Rahol tinggal di Sangatta, sementara Abdullah di Samarinda. Baru setelah Abdullah meninggal, Rahol datang ke Samarinda untuk mengurus warisan tanah itu,” tutur Roszi kepada HUKUMKriminal.Net usai sidang.

Dengan niat baik, lanjutnya, Rahol kemudian meningkatkan surat segel peninggalan kakaknya menjadi SPPT yang sah di kelurahan. Dari situlah kemudian tanah dijual kepada seorang pembeli bernama H Amransyah.

“Jadi tidak mungkin Rahol membuat surat segel itu apalagi turut serta. Inilah alasan kami mengajukan PK,” jelasnya.

Namun pandangan berbeda datang dari kubu Heryono Atmaja. Kuasa Hukumnya, Abraham Ingan SH dan Sujanlie Totong SH MH, yang ikut hadir di sidang PK untuk memantau. Mereka menilai dalil PK yang diajukan Rahol cenderung manipulatif.

Abraham menyoroti klaim adanya bukti ganti rugi senilai Rp1 Milyar 20 Juta dari Pemkot Samarinda pada tahun 2015, yang disebut sebagai bukti yang sah karena diganti rugi Pemkot Samarinda. Menurut Abraham, klaim itu justru membuktikan adanya tumpang tindih ganti rugi di lahan yang sama.

“Klien kami sudah lebih dulu menerima ganti rugi di atas lahan yang sama tahun 2009. Jadi bagaimana bisa muncul lagi pembayaran di tahun 2015? dan ini patut diduga kerugian negara dan kami harap Jaksa mengusut ini. Kami menduga ada kerugian negara karena pembayaran dua kali di tempat yang sama,” ujarnya.

Sujanlie menambahkan, fakta persidangan sebelumnya sudah jelas. Kliennya memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) sejak 1996, sedangkan Rahol baru memiliki SPPT setelah 2015.

“SHM lebih kuat secara hukum. Aneh kalau bisa dikalahkan dengan SPPT yang jelas-jelas bermasalah,” tegas Sujanlie.

Sejalan dengan Kuasa Hukum Heryono, JPU Chendi Wulansari juga menegaskan bahwa permohonan PK Rahol tidak berdasar. Dalam tanggapannya, JPU menyebut alasan yang diajukan Kuasa Hukum Rahol tidak didukung fakta hukum maupun novum.

“Memori PK ini tidak sesuai ketentuan hukum, sehingga sudah selayaknya dikesampingkan dan ditolak,” tegas JPU dalam berkas tanggapan.

Sidang PK Rahol di PN Samarinda hanya digelar sekali. Selanjutnya, berkas permohonan dan tanggapan akan diteruskan ke Mahkamah Agung. Dari sanalah nasib Rahol ditentukan, apakah mendapat keadilan baru atau tetap harus menjalani sisa hukumannya.

Di balik meja hijau, drama sengketa tanah antara Rahol dan Heryono kembali mencuat. Kasus ini seolah mengingatkan publik bahwa persoalan tanah bukan sekadar soal sertifikat dan dokumen, melainkan juga soal tafsir keadilan yang kini kembali diuji di tingkat tertinggi. (HUKUMKriminal.Net)

Penulis: ib

Editor: Lukman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *