Perkara Korupsi Perusda Pertambangan BKS

Saksi Ungkap Ada Perjanjian dan Jaminan

Berita Utama Pengadilan Tipikor
Empat terdakwa masing-masing Direktur Utama Perusda BKS periode 2016-2020 Brigjen TNI (Purn.) Idaman Ginting Suka; Direktur Utama PT RPB Syamsul Rizal; Direktur Utama PT Gunung Bara Unggul M Noor Herryanto; dan Kuasa Direktur CV Al Ghozan Nurhadi Jamaluddin. (foto: Lukman)
Empat terdakwa masing-masing Direktur Utama Perusda BKS periode 2016-2020 Brigjen TNI (Purn.) Idaman Ginting Suka; Direktur Utama PT RPB Syamsul Rizal; Direktur Utama PT Gunung Bara Unggul M Noor Herryanto; dan Kuasa Direktur CV Al Ghozan Nurhadi Jamaluddin. (foto: Lukman)

HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA: Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Samarinda dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Pengelolaan Keuangan Perusahaan Daerah (Perusda) Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS) Tahun 2017-2020, kembali melanjutkan sidang, Kamis (31/7/2025) pagi.

4 terdakwa dalam perkara ini masing-masing Direktur Utama Perusda BKS periode 2016-2020 Brigjen TNI (Purn.) Idaman Ginting Suka, nomor perkara 34/Pid.Sus-TPK/2025/PN Smr; Direktur Utama PT Raihmadan Putra Berjaya Syamsul Rizal nomor Perkara 35/Pid.Sus-TPK/2025/PN Smr; Direktur Utama PT Gunung Bara Unggul M Noor Herryanto nomor perkara 36/Pid.Sus-TPK/2025/PN Smr; dan Kuasa Direktur CV Al Ghozan Nurhadi Jamaluddin nomor Perkara 37/Pid.Sus-TPK/2025/PN Smr.

Pada sidang Keempat ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rudi Susanta SH MH, Diana Marini Riyanto SH MH, Melva Nurelly SH MH, dan Maria Putri Rizkita Sinaga SH dari Kejaksaan Tinggi Kaltim menghadirkan 6 orang saksi masing-masing Ahmad dan Alamsyah dari PT Kace Berkah Alam.

Padlan, Direktur Operasional PT Raihmadan Putra Berjaya. Sandi Permana dari PT Taka, Ferial Nona dan Nadira dari CV Al Ghozan.

Dalam keterangannya, di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Nyoto Hindaryanto SH dengan Hakim Anggota Jemmy Tanjung Utama SH MH dan Risa Sylvya Noeteta SHI MH. Menjawab pertanyaan JPU Diana, Saksi Padlan menjelaskan ada kerja sama jual beli Batubara antara PT Raihmadan Putra Berjaya (RPB) yang memiliki lokasi tambang di Kutai Lama dengan Perusda BKS.

“Penjualan dari pemegang IUP yang mengeluarkan SKAB (Surat Keterangan Asal Barang-red),” jelas Padlan.

Saksi Alamsyah dan Ahmad dari PT Kace Berkah Alam (KBA) dalam keterangannya juga mengatakan, ada menjalin kerja sama jual beli Batubara dengan Perusda BKS dalam 2 kali kontrak tahun 2019.

KBA yang mengelola pelabuhan (jetty) di Kutai Lama, membeli Batubara dari CV Batuah kemudian dijual ke Perusda BKS. Perjanjian pertama bisa diselesaikan sesuai dengan kontrak.

“Alhamdulillah, kontrak pertama bisa kita selesaikan sesuai COAnya (Certificate of Analysis-red) sesuai dengan kontrak,” jelas Alamsyah menjawab pertanyaan JPU Diana.

Saksi Alamsyah juga menjelaskan mekanisme pembayaran, ada uang muka (down payment). Setelah Batubara sampai di pelabuhan baru dilunasi pembayarannya.

Dari 2 kontrak sebanyak 4 tongkang, telah diselesaikan 1 tongkang. Masih ada utang KBA kepada BKS sejumlah Rp4,4 Milyar, menurut Saksi Alamsyah, saat di Kejaksaan ada mengembalikan Rp400 Juta.

“Sisa Rp4 Milyar,” jelas Alamsyah.

Ditanya kapan mengembalikan sisanya, Saksi Alamsyah mengatakan akan dikembalikan secara bertahap setelah sidang selesai sebagaimana ia sampaikan saat diBAP.

Saksi juga mengungkapkan adanya 2 tongkang Batubara yang tidak diambil karena terbakar akibat Shipping Instruction (SI) yang lambat keluar, namun pihaknya telah bersurat ke Perusda BKS akan menggantikan Batubara tersebut. Hanya saja, saat ini sudah tidak ada aktivitas lagi.

“Kami stop sementara,” jelas Saksi Alamsyah.

“Ada keluarkan jaminan ndak atas perjanjian itu,” tanya JPU Diana.

“Ada Bu,” jelas saksi seraya menambahkan, sebelum berkontrak dengan BKS ada rapat bersama direksi, dan menyerahkan jaminan sebagai bentuk keseriusan nilai sekitar Rp5,2 Milyar.

Masih menjawab pertanyaan JPU Diana, Saksi Alamsyah menjelaskan hubungan BKS dengan KBA adalah kerja sama jual beli Batubara.

“Selain itu?” tanya JPU

“Tidak ada lain,” jawab saksi.

Kepada Saksi Padlan, JPU Melva menanyakan kerja sama BKS dengan PT RPB yang dijawab saksi tahun 2018-2019. Kerja sama itu dalam perjanjiannya jual beli Batubara, dimana RPB sebagai penambang sedangkan BKS sebagai pembeli.

Selama kerja sama itu, saksi menjelaskan, BKS pernah menyerahkan uang kepada RPB namun ia kurang tahu berapa kali penyerahan itu. Uang itu sebagai uang muka (DP) untuk dana operasional. Penyerahan pertama Batubara kepada BKS itu sejumlah 7 ribu metrik ton. Sedangkan penyerahan kedua ada sekitar 3 ribu metrik ton, dari tiga kali penyerahan.

“Ada yang tidak memenuhi kuota nggak dari perjanjian itu?” tanya JPU Melva.

“Yang terakhir,” jawab saksi seraya menambahkan jumlahnya sekitar 7 ribu metrik ton. Kelebihan dana yang diserahkan BKS sejumlah Rp1,37 Milyar saat kasus ini mencuat, telah dikembalikan RPB semuanya.

Terkait jaminan RPB, Saksi Padlan mengatakan ada jaminan berupa Ruko dan tanah pelabuhan yang diserahkan ke BKS melaui Direktur Operasional Wahyudi Manaf.

Sejumlah pertanyaan masih diajukan JPU kepada saksi-saksi, sebelum kemudian giliran Penasihat Hukum (PH) para terdakwa mengajukan pertanyaan.

Salah satu yang dipertanyakan PH Dirut Perusda BKS Arjuna Ginting SH MH terkait penetapan tersangka oleh Jaksa, Perusda BKS menjalin kerja sama dengan 5 perusahaan. Namun hanya ada 3 yang dijadikan tersangka dan sampai ke persidangan.

Pertanyaan lainnya terkait mekanisme perjanjian antara RPB dan Perusda BKS. Oleh Saksi Padlan dijelaskan, ada pertemuan-pertemuan dalam rapat yang dihadiri Direktur Operasional Wahyudi Manaf dan Direktur Keuangan Didik Mulyadi, untuk membahas segala sesuatu terkait isi kontrak.

“Setelah final, baru ketemu Direktur Utama untuk tandatangan,” jelas Saksi Padlan seraya menambahkan, perjanjian dulu ditandatangani baru ke lapangan.

Sejumlah pertanyaan masih diajukan kepada saksi-saksi dari para PH terdakwa dan juga Majelis Hakim, dalam sidang yang berlangsung sejak Pukul 10:30 hingga 14:00 Wita.

Usai sidang, Arjuna Ginting yang dikonfirmasi terkait keterangan para saksi terkait kliennya mengatakan, dari 6 orang saksi yang diperiksa tidak ada satupun yang mengatakan kliennya Brigjen TNI (Purn.) Idaman Ginting Suka menerima aliran dana ataupun meminta sesuatu dari para rekanan.

“Hari ini, jumlah seluruh saksi sudah 18 orang. Satupun, tidak ada aliran dana ke Jenderal Ginting,” jelas Arjuna.

Terkait perjanjian dengan rekanan, Arjuna menjelaskan, perkara ini justru pernah ia laporkan para rekanan tersebut ke Polresta Samarinda pada November 2020 terkait dugaan tindak pidana korupsi. Namun tidak ditindaklanjuti karena seluruh rekanan ada jaminan dan ada kuasa untuk menjual, apa bila tidak melunasi utangnya kepada Perusda BKS.

Setahun kemudian, juga ada panggilan dari Polda Kaltim terhadap seluruh jajaran direksi.

“Di dalam Tipikor Polda Kaltim, sama pendapatnya dengan Polresta Samarinda. Perkara ini tidak bisa dilanjutkan, karena ada jaminan dari para rekanan bisnis ini,” jelas Arjuna.

Berikutnya, tidak ada kesalahan dalam bisnis ini. Karena jajaran Direksi BKS adalah swasta, bukan pejabat pemerintah atau negara.

“Dua tahun kemudia, terjadilah panggilan lagi di Kejaksaan Tinggi. Inilah sampai sekarang bergulir ke pengadilan ini,” jelas Arjuna.

Baca Juga:

Terhadap keterangan saksi hari ini, ia menilai telah terang benderang. Karen itu, ia berharap Majelis Hakim dan JPU cermat dalam menyidangkan perkara ini. Karena ia melihat, ada keganjilan. Dari 5 rekanan bisnis, hanya 3 yang sampai di pengadilan. 2 tidak sampai, namun ia bisa memaklumi untuk PT Paser Bara Mandiri karena direkturnya telah meninggal.

“Apa keistimewaan PT Kace Berkah Alam sehingga tidak ditarik ke dalam persidangan ini, sedangkan Syamul Rizal PT Raihmadan Putra Berjaya sudah menyerahkan sepenuhnya kepada Perusda melalui Kejaksaan Tinggi, tetapi dia tetap berlanjut ke persidangan.” kata Arjuna menandaskan.

Sebagaimana disebutkan JPU dalam dakwaannya, para terdakwa telah melakukan kerja sama jual beli Batubara dengan dibuat kontrak yang dilakukan tanpa adanya proposal kerja sama, study kelayakan, analisa resiko bisnis, dan tanpa persetujuan Dewan Pengawas dan persetujuan dari Kuasa Pemilik Modal (KPM) dalam hal ini Gubernur Kalimantan Timur, tidak tercantum di dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP).

Selain itu, Perusda BKS maupun PT Raihmadan Putra Berjaya belum memiliki Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) maupun IUP OP Khusus Pengangkutan dan Penjualan, sebagai syarat perusahaan dapat melakukan kegiatan jual beli Batubara.

Sehingga bertentangan dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 89 dan Pasal 94 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah, dan sejumlah aturan lainnya.

Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yaitu memperkaya Terdakwa Nurhadi Jamaluddin, Syamsul Rizal, M Noor Herryanto, Saksi Alamsyach dan I Gede Swartha (alm.) yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp21.202.001.888,- berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan Keuangan pada BKS Tahun 2017- 2020.

Audit tersebut dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Perwakilan (BPKP) Provinsi Kalimantan Timur Nomor : PE.03.03/SR/S-2400/PW17/5/2023, tanggal 27 Desember 2023.

Kerugian itu dari nilai investasi Rp25.884.551.338,- yang dibayarkan oleh Perusda BKS ke CV Al Ghozan Rp6.975.000.000,- kerugian Rp6.773.669.300,-; Ke PT Raihmadan Putra Berjaya Rp3.937.500.000,- kerugian Rp1.037.500.000,-; Ke PT Gunung Bara Unggul Rp8.481.429.590,-kerugian Rp7.331.429.590,-; Ke PT Paser Bara Mandiri Rp2.081.250.000,- kerugian Rp2.050.031.250,-; Ke PT Kace Berkah Alam Rp4.409.371.748,- kerugian Rp4.009.371.748,-.

Sidang akan dilajutkan, Kamis (14/8/2025), dalam agenda pemeriksaan saksi-saksi dari JPU. (HUKUMKriminal.Net)

Penulis: Lukman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *