Ahli Hukum Pidana Ungkap Teori

Angkut Kayu Tanpa Dokumen, Paiman Didakwa

Berita Utama Pengadilan Pidana Umum
Saksi ahli disumpah sebelum memberikan keterangan dalam sidang Terdakwa Paiman. (foto: ib)
Saksi ahli disumpah sebelum memberikan keterangan dalam sidang Terdakwa Paiman. (foto: ib)

HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA: Di balik wajah lelahnya, Paiman Bin Pairi (47) hanya bisa pasrah mendengarkan jalannya sidang yang menjeratnya. Warga Tenggarong Seberang, Kalimantan Timur (Kaltim), itu didakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Johansen Parlindungan SH dari Kejaksaan Tinggi Kaltim karena mengangkut kayu tanpa dokumen resmi.

Paiman bukanlah pengusaha kayu, apalagi pemilik lahan. Pekerjaannya sehari-hari hanyalah sopir truk. Namun, roda peradilan membuatnya harus duduk di kursi terdakwa kasus dugaan ilegal logging. Upaya praperadilan yang diajukan Tim Penasihat Hukumnya sempat menjadi harapan, tetapi ditolak Majelis Hakim. Kini, perkara nomor 547/Pid.Sus-LH/2025/PN.Smr itu terus berlanjut.

Pada sidang lanjutan yang digelar, Senin (29/9/2025), suasana ruang Kusumah Atmadja di Pengadilan Negeri Samarinda kembali tegang. Tim Penasihat Hukum Terdakwa Paiman, masing-masing Makmur Ratno Jaya SH MH, Zainal Muttaqin SHi, dan Andi Akbar SH MH menghadirkan saksi ahli hukum pidana Dr Ivan Zairani Lisi SH SSos MHum, untuk memberikan pandangan akademis tentang persoalan hukum yang menjerat kliennya.

Di hadapan Majelis Hakim yang diketuai Jemmy Tanjung Utama SH MH, dengan Hakim Anggota Nyoto Hindaryanto SH dan Marjani Eldiarti SH, saksi ahli memaparkan teori penting dalam hukum pidana, Geen Straf Zonder Schuld atau Nulla Poena Sine Culpa.

“Asas ini menegaskan bahwa seseorang tidak bisa dihukum tanpa adanya kesalahan yang nyata dalam perbuatannya,” jelas Ivan.

Baca Juga:

Ia menekankan, kesalahan harus dibuktikan melalui niat (mens rea) atau kelalaian yang nyata, bukan sekadar karena keadaan yang tampak di permukaan.

Lebih jauh, Ivan juga menguraikan tentang dua bentuk kesesatan yang dikenal dalam hukum pidana. Pertama  Feitelijke Dwaling (Kesesatan Fakta) kekeliruan terhadap fakta, misalnya seseorang yang tanpa sadar menggunakan dokumen yang ternyata tidak sah.

Kedua, Rechtsdwaling (Kesesatan Hukum) kesalahan dalam memahami aturan hukum, ketika seseorang mengira perbuatannya tidak dilarang, padahal ada ketentuan yang melarangnya.

“Dalam menilai kasus, penting melihat latar belakang pengetahuan dan kondisi pelaku. Jangan sampai kepastian hukum yang kaku, justru mengabaikan sisi keadilan,” terang Ivan.

Selepas sidang, Zainal Muttaqin, salah satu Penasihat Hukum Terdakwa Paiman menegaskan, pernyataan ahli hukum pidana tersebut sejalan dengan pembelaan mereka.

“Poin penting yang kami garis bawahi adalah keadilan harus lebih diutamakan, ketimbang sekadar kepastian hukum. Undang-Undang bisa saja kaku, tapi hakim dituntut melihat apakah klien kami benar-benar punya niat jahat atau tidak,” ujar Zainal kepada DETAKKaltim.Com.

Ia juga menyinggung prinsip ultimum remedium dalam Undang-Undang Kehutanan, dimana sanksi administratif seharusnya lebih diutamakan dibanding pidana penjara.

“Paiman hanya sopir, dengan keterbatasan pengetahuan. Tidak adil jika serta-merta dihukum pidana,” tambahnya.

Terdakwa Paiman didakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 88 ayat (1) huruf a, Junto Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Perkara ini belum berakhir. Sidang akan kembali digelar pada 6 Oktober 2025, dengan agenda melanjutkan pemeriksaan saksi. Bagi Paiman, setiap persidangan bukan hanya soal pembuktian hukum, tetapi juga pertaruhan masa depan sebagai kepala keluarga yang hanya menggantungkan hidup dari pekerjaannya sebagai sopir. (HUKUMKriminal.Net)

Penulis: ib

Editor: Lukman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *