Terjerat Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Suap IUP
DDW, Anak Mantan Gubernur Kaltim Ditahan KPK

HUKUMKriminal.Net, JAKARTA: DDW, anak mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dalam perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi Suap, Rabu (10/9/2025).
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo yang dikonfirmasi terkait hal itu dalam keterangan tertulisnya yang diterima HUKUMKriminal.Net menjelaskan, penahanan Tersangka DDW terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kalimantan Timur (Kaltim) kepada Penyelenggara Negara (PN) periode 2013-2018.
Dijelaskan lebih lanjut, KPK sebelumnya telah menetapkan 3 tersangka masing-masing AFI selaku Gubernur Kaltim periode 2008 – 2018 dan 2019 – 2024; DDW selaku Ketua Kadin Kaltim sekaligus anak AFI; ROC selaku wiraswasta atau Komisaris PT SJK, PT CBK, PT BJL dan PT APB.
“Atas AFI, KPK telah menghentikan proses penyidikannya, karena meninggal dunia. Sementara terhadap ROC telah dilakukan penahanan pada 21 Agustus 2025,” jelas Budi.
Pada kesempatan ini, lanjut Budi, KPK kembali menyampaikan terkait upaya paksa penahanan terhadap DDW selaku Ketua Kadin Kaltim sekaligus anak AFI.
“DDW ditahan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak 9 sampai dengan 28 September 2025. Penahanan dilakukan di Cabang Rumah Tahanan Negara Klas IIA Jakarta Timur,” ungkap Budi lebih lanjut.
Baca Juga:
- Perkara Korupsi ADK, Petinggi Kampung Abit Dituntut 7 Tahun Penjara
- Perkara Korupsi Perusda BKS, JPU Hadirkan Saksi Ahli
- Mantan Mendikbudristek Akhirnya Tersangka Korupsi Proyek Chromebook
Konstruksi perkara dijelaskan Budi. Juni 2014, diawali ROC yang bermaksud mengurus perpanjangan 6 IUP Eksplorasi miliknya kepada Pemerintah Provinsi Kaltim melalui koleganya yakni IC dan SUG selaku makelar.
Pada saat proses perpanjangan IUP di Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim, DDW meminta kepada pihak-pihak terkait untuk memproses dokumen perpanjangan 6 IUP yang dimaksudkan dengan meminta sejumlah fee, sebelum disetujui AFI.
Dalam proses selanjutnya, DDW kemudian menyetujui dan mengatur pertemuan dengan ROC yang bertujuan untuk bernegosiasi atas fee dari pengajuan 6 IUP milik ROC.
Kemudian DDW mengatakan, sebelumnya IC telah menghubunginya dan memberi harga “penebusan” atas 6 IUP milik ROC sebesar Rp1,5 Milyar.
Namun, DDW menolak dan meminta harga “penebusan” sebesar Rp3,5 Milyar untuk 6 IUP tersebut, atau naik dua kali lipat lebih dari “harga penebusan” awal.
Kedua pihak akhirnya menyepakati harga “penebusan” tersebut. DDW dan ROC bertemu di sebuah hotel yang berlokasi di Samarinda, dimana DDW melalui IC menerima uang sejumlah Rp3 Milyar dalam pecahan Dollar Singapura, dan uang Rp500 Juta dalam pecahan Dollar Singapura melalui SUG.
Setelah terjadi transaksi dimaksud, ROC melalui IC menerima dokumen berisi SK 6 IUP dari DDW yang diantarkan oleh IJ selaku babysitter DDW.
Bahwa setelah transaksi selesai, DDW kemudian meminta fee tambahan kepada ROC melalui SUG. Namun, ROC tidak menanggapi permintaan tambahan dari DDW itu.
Atas perbuatannya, Tersangka DDW dipersangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana. (HUKUMKriminal.Net)
Penulis: Lukman