Diamankan di Manado, Dikembalikan ke Samarinda
Drama Pelarian Sang Pendeta Berakhir, DPO Kasus Pencabulan Anak

HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA : 8 tahun dalam pelarian, Alexander Agustinus Rottie (52), Pendeta yang menjadi buronan kasus pencabulan anak dibawah umur akhirnya ditangkap di Manado. Kejaksaan Negeri Samarinda menutup lembaran panjang drama hukum ini, dengan eksekusi sang terpidana.
Alex, pendeta yang selama bertahun-tahun hidup dalam bayang-bayang buron. Hari itu, Selasa, 10 Juni 2025, menjadi titik akhir pelariannya. Ia ditangkap tanpa perlawanan oleh Tim Gabungan dari Satgas Intelijen Reformasi dan Inovasi (SIRI) Kejaksaan Agung, bersama Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara, di sebuah warung makan Coto kawasan Teling Atas Minahasa Utara.
“Penangkapan ini menjadi penutup dari pencarian panjang kami selama delapan tahun,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri Samarinda, Firmansyah Subhan, dalam Konferensi Pers yang digelar di Kantor Kejari Samarinda, Rabu (11/6/2025) Pukul 22:00 Wita.
Alexander bukanlah nama asing bagi aparat penegak hukum Samarinda. Pada tahun 2017, ia sempat divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Samarinda dalam kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur.
Namun kebebasan itu tak bertahan lama. Jaksa penuntut mengajukan upaya hukum Kasasi, dan Mahkamah Agungpun mengabulkan permohonan tersebut.
Tahun 2018, putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 2121 K/PID.SUS/2017 menetapkan Alexander bersalah melanggar Pasal 81 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ia dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp60 Juta, Subsidair 1 bulan kurungan. Namun saat hendak dieksekusi, Alexander sudah lebih dulu menghilang.
Sebagai seorang yang pernah memimpin jemaat, Alexander tahu cara menyembunyikan jejak. Ia berpindah-pindah tempat, dari Berau, Manokwari, Surabaya, hingga akhirnya menetap di Minahasa Utara. Dalam pelariannya, ia bahkan mengganti identitas dan KTP, mencoba lepas dari jerat hukum yang menantinya.
“Kami menelusuri jejaknya selama bertahun-tahun. Ia termasuk salah satu DPO prioritas kami,” kata Firmansyah, didampingi Kasipidum Adid Fachri dan Kasi Intel Bara Mantio.
Baca Juga:
- Varian Baru, 2 Pasien Covid-19 Dirawat di RSUD AWS
- Idul Adha 1446 H, Kejari Samarinda Berqurban
- Ungkap Penyesalan, Pledoi Pribadi Terdakwa Kasatker PJN Wil 1
Meski sempat licin bagai Belut, hukum akhirnya mengejarnya juga. Dalam kondisi kooperatif, Alexander langsung dibawa ke Samarinda usai penangkapan. Ia kini mendekam di Rutan Sempaja, untuk menjalani sisa hukuman 5 tahun penjara dikurangi masa tahanan 9 bulan yang pernah dijalaninya saat proses peradilan dulu.
Jaksa Agung ST Burhanuddin telah berulang kali menginstruksikan kepada seluruh jajarannya, agar tidak memberi ruang kepada para pelanggar hukum yang melarikan diri.
“Tidak ada tempat bersembunyi yang aman bagi buron,” tegas Firmansyah, mengutip pernyataan pimpinannya.
Iapun mengimbau agar para buron yang masih di luar sana, segera menyerahkan diri.
Setelah 8 tahun hidup dalam bayang-bayang pelarian, Alexander akhirnya harus menghadapi kenyataan bahwa keadilan mungkin lambat, tetapi tak pernah benar-benar absen.
Tak pernah terbayang oleh Alex bahwa ia akan kembali menginjakkan kaki di Kota Tepian. Lebih mengejutkan lagi, semuanya gratis—mulai dari tiket, tempat tinggal, hingga makan sehari-hari.
Dalam wawancara eksklusif yang sempat diberikan kepada awak media, Alex yang kini menyandang status sebagai terpidana mengaku tidak bersalah.
“Waktu itu saya dinyatakan bebas sama PN Samarinda, jadi ya… saya nggak bersalah,” ujarnya tenang.
Yang membuat Alex makin kaget, ternyata selama 8 tahun ini, namanya sudah masuk daftar buronan kelas kakap Kejaksaan Negeri Samarinda, dan ia sama sekali tak tahu soal itu. (HUKUMKriminal.Net)
Penulis: ib
Editor: Lukman