Kajati dan Gubernur Sulsel Tandatangani MoU

KUHP Baru, Pidana Kerja Sosial Siap Diterapkan Kejati-Pemprov Sulsel

Berita Utama Daerah Nasional
Disaksikan Jampidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Kajati Sulsel Dr. Didik Farkhan Alisyahdi dan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman mendantangani Mou penerpan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana berdasarkan Pasal 64 KUHP baru. (foto: Exclusive)
Disaksikan Jampidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, Kajati Sulsel Dr. Didik Farkhan Alisyahdi dan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman mendantangani Mou penerpan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana berdasarkan Pasal 64 KUHP baru. (foto: Exclusive)

HUKUMKriminal.Net, MAKASSAR: Menjelang diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru awal tahun 2026, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) bersama Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel), melakukan penandatangan Nota Kesepahaman (MoU) tentang penerapan pidana kerja sosial (Social Service Order) bagi pelaku tindak pidana di Baruga Asta Cita, Rumah Jabatan Gubernur Sulsel, Kamis (20/11/2025).

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Didik Farkhan Alisyahdi mengatakan, penandatanganan MoU dan PKS ini merupakan langkah sinergis dan progresif untuk mengimplementasikan norma-norma baru dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, khususnya terkait pidana kerja sosial.

“Kerja sama ini menjadi bukti komitmen kita bersama dalam mengawal implementasi KUHP baru, khususnya terkait pidana kerja sosial. Ini adalah terobosan penegakan hukum yang memberikan ruang bagi pelaku untuk memperbaiki diri, dan juga memberikan manfaat bagi masyarakat,” ujar Didik Farkhan.

Gubernur Sulawesi Selatan Andi Sudirman Sulaiman menyambut baik inisiatif ini, dan menyatakan kesiapan Pemprov Sulsel dan seluruh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mendukung penuh penerapan sanksi pidana kerja sosial di wilayah masing-masing.

“Kalau ini diberlakukan akan memberikan dampak luar biasa, mengurangi biaya negara, memberi keterampilan bagi warga binaan. Kita bisa sinergikan tanah atau lahan untuk mendukung ketahanan dan swasembada pangan. Hal ini memberikan rasa keadilan dan manfaat bagi negara, serta keuntungan bagi masyarakat kami,” ujar Andi Sudirman.

Baca Juga:

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Asep Nana Mulyana mengatakan, pidana kerja sosial merupakan perwujudan dari misi KUHP 2023 yang berupaya melakukan harmonisasi dan mencapai Spatnung Verhatnis atau Sustainable Justice melalui keseimbangan antara Kepastian, Keadilan, Kemanfaatan, dan Perdamaian.

Asep menjelaskan bahwa pendekatan hukum yang lebih humanis di Indonesia harus terwujud, dengan harapan hukum dapat menjadi “tajam ke atas dan humanis ke bawah”. Dia menekankan pembatasan pidana penjara dapat dibatasi atau dipertimbangkan kembali untuk kasus-kasus tertentu, seperti melibatkan anak, umur di atas 75 tahun, First Offender, atau jika pidana penjara justru akan menimbulkan penderitaan lebih besar bagi terdakwa/keluarganya.

“Pidana kerja sosial adalah salah satu sanksi pidana pokok dalam Pasal 64 KUHP yang memungkinkan kita untuk mengedepankan pendekatan yang lebih manusiawi. Pelaksanaannya diatur ketat, dimana harus tidak dikomersialkan, sesuai profil pelaku, dan harus memberikan manfaat dan kontribusi positif bagi masyarakat. Hal ini juga memerlukan Pertimbangan Hakim yang komprehensif, termasuk pengakuan terdakwa dan persetujuan terdakwa,” jelas Asep.

Kegiatan ditutup dengan prosesi penandatanganan MoU antara Kajati dan Gubernur Sulsel yang disaksikan Jampidum. Kemudian dilanjutkan oleh Kajari dan bupati/wali kota. Serta penyerahan cinderamata serta buku berjudul Desain Ideal Implementasi Social Service Order dari Jampidum kepada Gubernur Sulawesi Selatan. (HUKUMKriminal.Net)

Sumber: Siaran Pers

Editor: Lukman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *