KHAWATIR SUMBER KEHIDUPAN TERGANGGU
Warga Kampung Ongko Asa Tolak Kehadiran Perusahaan Tambang

HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA : Lagi, warga Kampung Ongko Asa, Kecamatan Barong Tongkok, Kutai Barat, Kalimatan Timur, menolak kehadiran perusahaan tambang di wilayahnya, Selasa (12/6/2018).
Dalam konfrensi Pers yang digelarnya di Café Antara Samarinda, tempat sejumlah Wartawan dari berbagai media biasa berkumpul, perwakilan warga yang didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Jatam dengan tegas menyatakan penolakannya. Alasan mereka menolak kehadiran tambang PT Kencana Wilsa tersebut demi kehidupan berkelanjutan.
Menurutnya, jika perusahaan tersebut beroperasi maka sumber kehidupan mereka seperti air akan habis, selain itu Perkebunan Karet dan hutan adat akan mengalami kerusakan.
Markus, Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Kampung (BPK) Ongko Asa mengatakan, jika perusahaan tersebut tidak mengindahkan tuntutan mereka, maka warga mengancam akan melakukan pengusiran paksa. Bukan itu saja, lembaga adat juga akan mendenda perusahaan tersebut.
“Kalau tambang ini masuk, sumber air yang menjadi kehidupan kami akan hilang. Perkebunan kami juga akan hancur. Jika mereka tetap beroperasi maka kami sepakat akan mengusir mereka, dan kami juga punya lembaga adat yang akan mendenda mereka,” sebut Markus.
Lebih lanjut Markus membeberkan, pada tahun 2016 lalu PT Kencana Wilsa sempat mau masuk ke Kampung Ongko Asa. Namun warga menolak, hingga akhirnya 2018 ini perusahaan tersebut ingin masuk lagi.
“Kami pikir setelah tahun 2016 lalu perusahaan ini sudah bubar, karena kami sempat menolaknya. Tapi tahun 2018 ini mereka ingin masuk lagi,” imbuhnya.
Rahayu, Kepala Adat Ongko Asa juga angkat bicara. Menurutnya, jika perusahaan tersebut beroperasi maka ada sekitar 66 hektar hutan adat akan mengalami kerusakan, apalagi masyarakat Ongko Asa hanya menggantungkan hidup mereka pada perkebunan. Karena itu mereka meminta kepada pemerintah untuk melakukan pengkajian ulang terkait masuknya perusahaan tersebut.
“Kami sering melakukan rapat Kampung, dan kami semua sepakat menolak. Karena lahan kami akan hancur serta hutan-hutan yang kami rawat juga akan habis,” kata Rahayu.
Warga mengungkapkan jika wilayah yang akan ditambang merupakan jantung Kutai Barat, lokasinya hanya sekitar 12 Km dari pusat Pemerintahan Kutai Barat. Apalagi lahan yang ditambang merupakan kawasan produktif. (HK.net)
Penulis : Gladis
Editor : Lukman