Rudi : Kami Menilai Ada Perlakuan Diskriminasi
Tersangka Dugaan Illegal Logging Nilai Dapat Perlakuan Diskriminatif
HUKUMKriminal.net, SAMARINDA : Operasi pengamanan hutan pada bulan November 2019 di Kalimantan Timur oleh Dirjen Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen Gakkum KLHK), yang berhasil menjaring sebanyak kurang lebih 1.300 kubik kayu olahan jenis Meranti dan kayu indah (Ulin) dipersoalkan proses hukumnya.
Ribuan kubikasi kayu dari enam perusahaan pedagang kayu di Samarinda dan Tenggarong yang diduga hasil dari pembalakan liar (Ilegal Logging), di wilayah Kabupaten Kutai Barat dan Kutai Kartanegara kemudian diamankan.
Keenam perusahaan pedagang kayu yang diamankan ini masing-masing UD Mitra Makmur di Kutai Kartanegara, UD Hamka di Kutai Kartanegara, UD BM 777, CV SER, UD Furqan di Samarinda, dan CV Karya Cemerlang, keempatnya beralamat di Samarinda.
Kasus dugaan Ilegal Logging atau kayu tanpa dokumen resmi ini ditangani langsung Dirjen Penegakan Hukum Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dirjen Gakkum KLHK).
Dari keenam perusahaan pedagang kayu yang barang buktinya telah diamankan itu, pihak penyidik Dirjen Gakkum hingga saat ini baru menetapkan satu orang tersangka berinisial BG pemilik CV BM 777. Penetapan BG sebagai tersangka dalam kasus dugaan kepemilikkan kayu tanpa dokumen atau hasil pembalakan liar inipun dinilai diskriminatif, penyebabnya karena perusahaan lain yang terjaring operasi tidak turut dijadikan tersangka.
“Kami menilai ada perlakuan diskriminasi dari pihak penyidik dalam menetapkan tersangka,” kata Rudi Priyanto, selaku Kuasa Hukum CV BM 777 kepada wartawan di Samarinda, Kamis (16/1/2020).
Lebih lanjut Rudi mengatakan, kliennya selaku penerima kayu olahan sudah dilengkapi dengan dokumen atau kayu tersebut harusnya legal sesuai dokumen. Namun oleh Gakkum, kayu itu dianggap hasil dari pembalakan liar atau tidak disertai dokumen yang sah.
“Kalau memang ada dugaan pelangaran yang mengakibatkan kayu tersebut dianggap ilegal maka itu bukan tanggung jawab klien kami, karena klien kami memperoleh kayu tersebut sudah diantar di kota dengan dilengkapi dokumen keabsahan kayu,” sambung Rudi.
Seharusnya pihak penyidik Gakkum, kata Rudi lebih lanjut, terlebih dahulu penetapan tersangka di level perusahaan yang melakukan perambahan hutan secara ilegal. Apakah itu Pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), atau turunannya yang memegang izin industri kayu dan menerima dari perusahaan pemegang IPK.
Rudi kemudian mempersoalkan proses hukum terkait penetapan tersangka kliennya, dimana yang lainnya tidak dijadikan tersangka dan hanya mengamankan barang buktinya saja.
Dikonfirmasi di Balai Gakkum LHK Samarinda, Kepala Seksi wilayah II Gakkum KLHK Kalimantan Timur Annur Rahim membantah pihaknya melakukan tindakan diskriminasi atas penetapan tersangka BG.
Annur Rahim menjelaskan, kasus dugaan illegal logging yang mengamankan ribuan Kubik kayu olahan senilai kurang lebih Rp6 Miliar ini masih berproses penegakan hukumnya.
“Tidak ada perlakuan diskriminasi dalam penetapan tersangka. Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan dan tidak menutup kemungkinan masih ada tersangka lainnya. Sejauh ini kita masih melakukan penyelidikan dan akan segera dilimpahkan ke Kejaksaan bilamana telah rampung penanganannya,” kata Annur kepada wartawan di ruang kerjanya, Senin (20/1/2020).
Mengenai kepemilikan kayu CV BM 777 yang memiliki dokumen, dan tersangka lain yang tidak ditahan pihak penyidik, Annurpun menerangkan bahwa kayu tersebut bisa saja memiliki dokumen tapi asal usul kayunya yang tidak jelas.
Terhadap tersangka lainnya masih dalam proses penyelidikan, kata Annur lebih lanjut, karena ada tersangka lain yang kabur sehingga pihaknya masih melakukan upaya pencarian.
“Tunggu sajalah tanggal mainnya,” pungkasnya. (HK.net)
Penulis : Ib
Editor : Lukman