Sidang Dugaan Pemalsuan Surat
Sidang Terdakwa Rahol, Keterangan Saksi Berbeda BAP Polisi

HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA: Terdakwa Rahol Suti Yaman (60) yang didakwa pemalsuan surat sebagaimana dimaksud Pasal 263 KHUP, kembali disidang di Pengadilan Negeri Samarinda, Rabu (30/4/2025) siang.
Agenda kali ini masih menghadirkan saksi meringankan (a de charge), yang diajukan oleh tim Penasihat Hukum terdakwa.
Empat orang saksi hadir dalam ruang sidang Kusumah Atmaja, yakni tokoh masyarakat Asmuni, Sigit Sugiarto, Adam, dan Sarimo Dariatmo. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Jemny Tanjung Utama SH MH, dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Chendi Wulansari SH MH dari Kejaksaan Negeri Samarinda.
Sesi kesaksian dimulai dengan pemanggilan Asmuni (76), seorang warga Jalan PM Noor, yang pernah menjabat Ketua RT 27 (sekarang RT 39) di Kelurahan Sempaja Selatan, Samarinda Utara, pada periode 2005–2009.
Sebelum memberikan kesaksian, Ketua Majelis Hakim hendak mengambil sumpah saksi. Namun, alat bantu dengar yang digunakan Asmuni bermasalah, membuatnya salah tangkap pernyataan Hakim. Ketika Hakim berkata, “Saksi diambil sumpahnya, ya,” Asmuni justru menjawab, “Apaa? Diambil rumahnya?” sontak saja ini mengundang gelak tawa dari pengunjung ruang sidang.
Situasi memanas saat saksi berkali-kali kesulitan mendengar pertanyaan, karena alatnya sedikit bermasalah. “Oh… baterainya habis,” ucapnya polos, hal ini kembali memancing tawa. Akibat situasi itu, pengunjung diminta tertib, bahkan beberapa orang memilih untuk keluar ruang sidang.
Setelah alat bantu dengarnya diperbaiki, Asmuni akhirnya mampu menjawab pertanyaan dari Majelis Hakim, JPU, dan Penasihat Hukum dengan baik, meskipun ia harus mendekat untuk mendengar pertanyaan secara langsung.
Asmuni mengaku mengenal terdakwa Rahol, Abdullah, dan ayah Abdullah, almarhum Gumri. Ia mengungkapkan bahwa ia pernah diminta Gumri untuk menebas rumput di tanah milik keluarganya, dengan upah Rp1.000 per hari.
Namun, saat ditanya apakah ia mengetahui adanya surat atas tanah tersebut, Asmuni menjawab tidak tahu. Ia juga memberikan jawaban yang tidak konsisten terkait siapa yang pertama kali membuka lahan. Di satu sisi ia mengatakan tidak tahu, tapi kepada Hakim ia menyebut Gumri sebagai orang pertama yang membuka lahan tersebut.
Ketika diminta menggambarkan letak tanah milik Gumri, Asmuni menyebut tanah itu berada di samping PT Sarindo, dengan ukuran sekitar 100 x 100 meter. Ia mengaku mengetahuinya dari pengakuan langsung Gumri, meski tidak pernah melihat surat kepemilikannya.
“Apa saksi tahu nama Muhammad,” tanya JPU.
Muhammad adalah anak tiri dari Gumri, Asmuni kemudian menjelaskan bahwa Gumri adalah seorang duda, punya anak satu namanya Abdullah. Kemudian Gumri menikah lagi sama seorang janda punya anak satu, namanya Muhammad.
Menurut Asmuni, tanah milik Abdullah itu berdekatan dengan rumahnya, jaraknya sekitar 500 meter. Namun, Asmuni tidak dapat menjelaskannya dengan lisan, dia lalu meminta selembar kertas dan pulpen kepada JPU agar dia bisa mengambarkan jarak letak tanah Abdullah dengan rumahnya.
Asmuni menambahkan, selama menjadi Ketua RT ia memakai tanda tangan basah, tidak pakai cap stempel.
Terkait kepemilikan surat segel tahun 81, yang didalamnya tertera nama RT terdahulu, lurah dan camat, Saksi Asmuni lebih banyak tidak mengetahuinya. Bahkan bentuk tanda tangan Gumri dan Abdullah,ia juga tidak pernah ia lihat.
Baca Juga:
- Pegawai Perumda Batiwakkal Divonis Bersalah
- Ketua dan Sekretaris DK PWI Pusat Dibela 6 Pengacara
- Pelapor Minta Kasus Cash Back PWI Segera Gelar Perkara
Tiga saksi lainnya, Sigit, Sarimo, dan Adam. Mereka mengaku mengenal Abdullah, namun tidak kenal dengan Terdakwa Rahol. Mereka menyatakan mengetahui surat segel tahun 1981 atas nama Abdullah, dan pernah melihat dokumen tersebut.
Menurut keterangan Sarimo, ia menerima surat kuasa dari Abdullah untuk mengurus tanah tersebut, dengan kesepakatan pembagian fee: 50% untuk tim pengurus, 40% untuk Abdullah, dan 10% untuk Nyoman, yang digunakan untuk pemecahan surat menjadi SPPT.
Namun, saat ditanya lebih lanjut mengenai siapa yang membuat surat kuasa dan kapan dibuatnya, para saksi tampak gelagapan. Mereka mengatakan surat itu dibuat tahun 2013, sementara Abdullah disebut telah meninggal pada 2014. Pernyataan ini bertentangan dengan BAP Terdakwa Rahol, yang menyebut Abdullah wafat sekitar tahun 2000 dan tidak memiliki keturunan atau ahli waris.
Ketika disinggung soal tanda tangan dalam surat segel, ketiga saksi mengaku hanya mengenali cap jempol milik Abdullah, yang menurut mereka tidak bisa membaca dan menulis. Tanda tangan RT dan Camat di dokumen tersebut tidak mereka kenali.
Diminta tanggapannya terkait keteranga saksi-saksi dalam perkara pidana ini, Kuasa Hukum pelapor mengatakan keterangan mereka tidak ada relevansinya.
“Tanggapan kami, saksi terdakwa yang harusnya meringankan tapi kesaksiannya tidak ada relevansinya. Saksi-saksi ini semua, saksi di perdata,” kata Sujanli Totong yang didampingi Abraham Ingan usai sidang.
“Keterangan saksi-saksi penuh kejanggalan, dan keanehan,” sambung Abraham Ingan.
Terdakwa Rahol didakwa JPU Chendi Wulansari SH MH dari Kejaksaan Negeri Samarinda menggunakan surat palsu yang dapat menimbulkan kerugian, sebagaimana diatur dalam Pasal 263 ayat (2) Junto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP
Sidang akan kembali dilanjutkan, Senin (5/5/2025), dengan agenda pemeriksaan lanjutan terhadap saksi-saksi lainnya. (HUKUMKriminal.Net)
Penulis: ib
Editor: Lukman