Akui Gunakan ADD Untuk Kepentingan Pribadi

Sidang Pemeriksaan Terdakwa, Mantan Bendahara Desa Tanjung Aru Terjerat Kasus Korupsi

Berita Utama Pengadilan Tipikor
Terdakwa Abdul Muis dalam sidang agenda pemeriksaan terdakwa. (foto : ib)

HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA : Abdul Muis, Mantan Bendahara Desa Tanjung Aru, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, menjalani sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Samarinda, Selasa (5/11/2019) Sore.

Di hadapan Ketua Majelis Hakim Burhanuddin SH MH didampingi Hakim Anggota Joni Kondolele SH MM dan Ukar Priyambodo SH MH, terdakwa Abdul Muis dengan nomor perkara 29/Pid.Sus-TPK/2019/PN Smr, cukup kooperatif memberikan keterangan kepada Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum dalam setiap pertanyaan yang diajukan.

Abdul Muis jujur mengakui terus terang perbuatannya melakukan tindak pidana korupsi penggunaan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2016 senilai Rp1,6 Miliar.

Dari dana desa  yang dikucurkan tersebut, tidak semuanya tersalurkan dengan baik untuk kepentingan Desa Tanjung Aru.

Di tangan Abdul Muis ada 2 anggaran pembiayaan proyek pembangunan Pos Kamling dan Jembatan senilai Rp100 Juta lebih tidak dikerjakan. Dananya diakui terdakwa digunakan untuk kepentingan pribadinya.

“Apa alasan saudara gunakan dana itu,” tanya Joni kepada Abdul Muis.

“Waktu itu saya lagi ada kebutuhan Yang Mulia,” kata Abdul Muis dengan jujurnya.

Abdul Muis juga mengakui menggunakan dana Bimtek, pemotongan proyek fisik dan Pajak Pungut yang tidak disetorkan.

Dalam keterangannya, Abdul Muis mengatakan pengelolaan dana desa sudah seharusnya dihabiskan, alasannya karena akan terjadi Silpa bilamana anggaran tersebut tidak bisa dihabiskan.

Menurut Abdul Muis yang juga diketahui merangkap jabatan sebagai Sekertaris Desa itu, prosedur pencairan dana desa terlebih dahulu melalui Kades dan Camat.

“Dana desa baik dari APBD maupun APBN baru bisa dicairkan setelah ada rekomendasi Kades dan Camat,” kata Abdul Muis menerangkan.

Lebih lanjut Abdul Muis mengatakan, proyek yang dikerjakan di Desa Tanjung Aru harus merata diberikan kepada pemborong. Dia beralasan kalau proyek tersebut tidak diberikan bakal terjadi keributan dan sasarannya selalu mengarah kepadanya.

“Saya yang sering jadi sasaran kalau hanya diberikan kepada segelintir pemborong saja,” ungkap Abdul Muis.

Dalam perkara ini perbuatan Abdul Muis, kata JPU, telah merugikan Negara senilai Rp345.620.752,78 sesuai Laporan Hasil Audit dalam Rangka Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Badan Pemeriksaan Keuangan RI Nomor : 103/LHP/XXI/12/2018 tanggal 31 Desember 2018.

Sidang akan kembali dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum. (HK.net)

Penulis : ib

Editor   : Lukman

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *