MENGAKU DITOLAK LURAH MAKROMAN SAAT HENDAK BUAT TANAH KAPLINGAN

Sidang Kasus Sengketa Lahan, Terdakwa Lurah Gunung Lingai Jalani Pemeriksaan

Berita Utama Pengadilan Pidana Biasa
Terdakwa Saripuddin alias La Bario pada sidang pemeriksaan terhadap terdakwa. (foto : Lukman)

HUKUMKriminal.Net, SAMARINDA : Majelis Hakim Pengadilan Negeri Samarinda yang dipimpin Lucius Sunarno SH MH dengan Hakim Anggota Rustam SH dan Budi Santoso SH melanjutkan sidang perkara nomor 956/Pid.B/2018/PN Smr, Senin (10/12/2018) sore.

Kasus yang mendudukkan Saripuddin alias La Bario (43), Lurah Gunung Lingai, Samarinda, Kalimantan Timur, di kursi terdakwa dalam dakwaan Pasal 263 Ayat (1) KUHP, dakwaan Pertama, Pasal 263 Ayat (2) KUHP, dakwaan Kedua. Dan Pasal 385 Ke-4 KUHP, dakwaan Ketiga memasuki agenda pemeriksaan terhadap terdakwa.

Terdakwa dicecar sejumlah pertanyaan dari Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yudhi Satriyo Nugroho SH dan Dwinanto Agung Wibowo SH MH dari Kejaksaan Negeri Samarinda. Begitu juga dari Penasehat Hukum (PH) terdakwa.

Ketua Majelis Hakim memulai pertanyaannya mengenai penyebab terdakwa diajukan ke Pengadilan, dijawab terdakwa karena dituduh memalsukan surat dan menggunakan surat palsu tanah dalam bentuk Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT). Tanah seluas 31,6 hektar itu terletak dalam satu hamparan yang terletak di Kelurahan Lempake RT 14, Samarinda Utara.

Perolehan tanah tersebut dijelaskan terdakwa, menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim, berasal dari Kelompok Tani Sepakat dan Rahyu yang dibeli pada tahun 1998, 1999 dan 2000 melalui La Hadi.

“Ini sifatnya membeli atau bagaimana?” tanya Ketua Majelis Hakim.

“Saya ganti rugi,” jawab terdakwa.

Terdakwa mengakui pernah menjalin perjanjian penambangan dengan PT Lana Harita Indonesia (LHI) terhadap lahan tersebut yang terdiri dari 14 surat. Dan aktivitas penambangannya terhenti sebelum ia ditahan tanggal 1 Desember 2017. Akibat adanya klaim pada akhir Oktober 2017 dari Frengki melalui Cahyadi bahwa lahan itu miliknya seluas sekitar 5 hektar. Namun terdakwa mengaku tidak pernah bertemu langsung di lokasi atau di manapun. Dan tidak pernah diperlihatkan surat-surat tanah yang diklaim tersebut.

Terdakwa mengaku mulai menggarap lahan itu tahun 2014 dengan menanami berbagai tanaman, seperti Jagung, Pisang, Mangga. Ia juga menanam Durian termasuk juga membuat 3 buah pondok di dalamnya.

Sebagai Lurah, JPU menanyakan prosedur pengurusan tanah. Terdakwa menyebutkan bagi yang mengurus surat tanah bisa langsung bertemu Lurah bisa juga ada melalui staf. Bahkan calo yang mengurus surat tanahpun tetap dilayani.

“Terdakwa, calo-calopun dilayani?” tanya Jaksa Yudhi.

“Iya,” jawab terdakwa.

Ketua Majelis Hakim mengulang pertanyaan JPU.

“Apakah calo-calo juga dilayani?” tanyanya.

“Calo-calo juga dilayani,” jawab terdakwa.

Terdakwa tidak menampik ketika disebutkan JPU bahwa membeli tanah dengan 14 surat tanah itu melalui calo atas nama La Hadi. Terdakwa juga tidak menampik pernah mencoba mengkaplingan tanah itu sekitar tahun 2015 namun ditolak oleh Lurah Makroman, Kecamatan Samarinda Ilir, karena suratnya berada di Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara.

Berita terkait : Sidang Lurah Gunung Lingai, Saksi : Nomor Ada Tapi Bukan Atas Nama Terdakwa

JPU kemudian menanyakan setelah ditolak Lurah Makroman, apakah terdakwa sempat melakukan pengecekan ke Kelurahan Lempake. Dijawab terdakwa belum, dengan alasan masih sibuk.

Sejumlah pertanyaan masih diajukan JPU dan Majelis Hakim serta PH terdakwa. Sidang akan dilanjutkan Kamis (13/12/2018) dalam agenda pembacaan tuntutan JPU. (HK.net)

Penulis : Lukman