Hukuman Lebih Tinggi dari Tuntutan JPU
Bendahara Pengeluaran BLUD RSUD Nunukan Divonis Bersalah

HUKUMKriminal,Net, SAMARINDA: Terdakwa Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran BLUD RSUD Nunukan Tahun Anggaran 2021-2022, divonis bersalah Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Samarinda dalam perkara nomor 57/Pid.Sus-TPK/2024/PN Smr, Kamis (13/3/2025) sore.
Dalam putusannya, Majelis Hakim yang diketuai Lili Evelin SH MH didampingi Hakim Anggota Suprapto SH MH MPSi dan H Mahpudin SH MM MKn, menyatakan Terdakwa Nurhasanah tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi, sebagaimana dalam Dakwaan Primair.
“Membebaskan Terdakwa oleh karena itu dari Dakwaan Primair tersebut di atas,” sebut Ketua Majelis Hakim dalam putusannya.
Namun Ketua Majelis Hakim menyatakan Terdakwa Nurhasanah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam Dakwaan Subsidair.
“Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda sejumlah Rp300 Juta, dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan,” sebut Ketua Majelis Hakim dalam amar putusannya.
Baca Juga:
- Mantan Direktur PT BPR Bontang Sejahtera Dihukum 1 Tahun
- Perkara Mega Korupsi Pertamina, Kejagung Periksa 8 Saksi
- Pidato Perdana Gubernur Kaltim Sebut Pembangunan Berkelanjutan dan Inklusif
Selanjutnya, Majelis Hakim menetapkan uang titipan sejumlah Rp100 Juta di rekening Kejaksaan Negeri Nunukan pada Bank Mandiri Nomor Rekening 1490010647511 atas nama RPL 152 PDT Kejari Nunukan, untuk disetorkan ke rekening milik negara dan diperhitungkan sebagai pemulihan kerugian keuangan negara.
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani Terdakwa, dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
Pada sidang Tuntutan, Senin (17/2/2025). Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ricky Rangkuti SH MKn dari Kejaksaan Negeri Nunukan menuntut Terdakwa Nurhasanah 3 tahun 6 bulan dikurangi selama terdakwa menjalani masa penahanan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan denda sejumlah Rp500 Juta Subsidair selama 3 bulan kurungan.
Selain itu, JPU juga menuntut terdakwa untuk membayar Uang Pengganti sejumlah Rp1.426.145.572,00 (Rp1,4 Milyar) dengan memperhitungkan pengembalian kerugian keuangan negara yang telah dikembalikan/disita senilai Rp100 Juta, dengan ketentuan jika terpidana dalam waktu 1 bulan sesudah Putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak melakukan pembayaran Uang Pengganti.
Maka harta bendanya disita Jaksa dan dilelang untuk menutupi Uang Pengganti tersebut, dan dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar Uang Pengganti tersebut, maka dipidana selama 1 tahun 9 bulan.
Atau apabila terpidana membayar Uang Pengganti yang jumlahnya kurang dari seluruh kewajiban membayar Uang Pengganti, maka jumlah Uang Pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan.
Terdakwa Nurhasanah dituntut JPU sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 Junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Junto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana, dalam Dakwaan Subsidair.
Hukuman yang dijatuhkan Majelis Hakim lebih tinggi dari Tuntutan JPU. Dalam putusannya, Majelis Hakim menyebutkan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Perbuatan Terdakwa Nurhasanah masuk kategori sedang, dengan jumlah kerugian negara lebih Rp1 Milyar sampai Rp25 Milyar, yang diancam hukuman 6 sampai 8 tahun penjara.
Terkait Uang Pengganti, berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan Majelis Hakim memiliki pendapat berbeda dengan JPU. Berdasarkan perhitungan sendiri Uang Pengganti senilai Rp1,4 Milyar tidak lagi dibebankan kepada Terdakwa Nurhasanah, tetapi menjadi beban Saksi Dulman (Terdakwa dalam perkara lain-red).
Karena Terdakwa Nurhasanah dengan itikad baik, telah melakukan pengembalian kerugian keuangan negara sebelum perkara masuk penyidikan sebesar Rp2,6 dari kerugian keuangan negara yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sebesar Rp4,1 Milyar.
Terhadap putusan tersebut, Terdakwa Nurhasanah setelah berkonsultasi dengan Penasihat Hukum yang mendampinginya selama persidangan menyatakan pikir-pikir. Demikian juga halnya dengan JPU, menyatakan pikir-pikir terhadap putusan tersebut.
Berdasarkan Pasal 233 KUHAP, Terdakwa Nurhasanah dan JPU memiliki waktu 7 hari untuk menyatakan sikap. Terima putusan atau upaya hukum Banding.
Terdakwa Nurhasanah didakwa selaku Bendahara pengeluaran BLUD RSUD Nunukan TA 2021-2022 telah merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas dugaan Tindak Pidana Korupsi Pengelolaan Dana BLUD RSUD Kabupaten Nunukan Tahun Anggaran 2021, Nomor: PE.03.03/SR/S-722/PW34/5/2024, tanggal 23 September 2024 sebesar Rp2.526.145.572,00 (Rp2,5 Milyar). (HUKUMKriminal.Net)
Penulis: Lukman